Sabtu, 30 November 2019

Dokter bilang usia Ibuku tinggal 3 Bulan lagi...

Halo sahabat sejati, apa kabar ?
sudah beberapa bulan ini saya tidak post cerita atau ngeblog, dan pada hari ini saya sempatkan ngeblog. mungkin 5 atau 6 bulan lebih saya tidak ngeblog karena dalam kurun waktu 6-7 bulan tersebut banyak hal terjadi dalam diri saya. Mulai saya bergabung pada barisan Tzu Chi dan mengikuti kegiatannya seperti daur ulang, bedah buku, kunjungan kasih, training relawan dan mencari donatur misi amal, membantu Baksos komunitas OTR, membantu Gempita Waisak Walubi Banten, melanjutkan aktivitas saya sebagai relawan asuhan paliatif bagi anak penyandang kanker yang sudah saya lakukan selama 2 tahun lebih, mengikuti perayaan Kathina STI Banten, membantu sebagai relawan pindapata, dan yang terakhir saya bergabung ke Wadah Dasa Paramita untuk mengisi Sekolah Minggu Buddhis. Kegiatan tersebut saya lakukan pada hari Sabtu-Minggu, dan makanya saya sampai lupa atau agak malas nulis hehe. Tapi semua kegiatan tersebut terekam dalam benak saya dan saya bahagia melakukan kegiatan itu semua.

Kali ini entah mengapa setelah saya membaca sebuah buku Dhamma karangan Ajahn Chah yang berjudul "TIDAK ADA" dan membaca beberapa bait dalam buku tersebut sangat mengetuk hati saya. Begini isi dari kata-kata dalam bait buku tersebut :
"Kalau Anda telah terlatih dengan benar, Anda tidak akan merasa ketakutan ketika jatuh sakit, juga tidak sedih jika seseorang meninggal. Ketika Anda pergi ke Rumah Sakit untuk menjalani perawatan, tanamkan didalam pikiran jika Anda merasa lebih baik, itu bagus; dan jika Anda meninggal, itu juga bagus. Saya menjamin Anda bahwa bila dokter berkata kepada saya bahwa saya mengidap kanker dan akan mati beberapa bulan lagi, saya akan mengingatkan dokter itu, "Hati-hati, karena kematian juga akan datang menjemputmu. Ini hanya masalah siapa yang pergi duluan dan siapa yang pergi belakangan". Dokter tidak dapat menyembuhkan kematian dan tidak dapat mencegah kematian. Hanya Buddha yang dapat disebut dokter, jadi kenapa tidak pergi dan menggunakan obat dari Buddha ?".

Dan jadi teringat soal kata seorang Dokter Bedah Saraf yang mengoperasi mendiang ibu saya. Ibu saya bernama Lani atau sering dipanggil Meilan terdiagnosa Kanker Otak jenis Glioblastoma Multiforme (GBM) yang sudah dikategorikan Stadium akhir. Tumor Otak yang bersarang di belahan otak sebelah kiri ibu saya adalah jenis tumor ganas yang tumbuh dan menyebar begitu sangat cepat keseluruh bagian otak dalam hanya beberapa bulan. Apabila tidak diberikan perawatan medis seperti operasi dan radiasi, ibu saya hanya bertahan selama 3 bulan dan bila diberikan perawatan medis secara komplit, umurnya paling hanya bertahan selama 1 tahun, dilihat usianya sudah 50 tahun keatas sangat sulit untuk bisa bertahan hidup hingga 5 tahun.

Pertanyaan yang paling mengoyak hati saya adalah ketika sang Ibu bertanya kepada saya, Mama bisa hidup berapa lama kur ? dan saya menjawabnya dengan hati yang cukup berat, karena harus berbohong demi ketenangan dirinya, "tenang saja mah, bisa sampai 20 tahun lagi pasti".  ibuku melakukan perawatan kanker sejak Agustus 2017 dengan menggunakan asuransi kami membawanya ke salah satu Rumah Sakit terbaik di Asia, yaitu Mount Elizabeth Hospital. Selama hampir 2 bulan saya merawat ibu disana untuk berobat dan kembali pada Bulan Oktober 2017. Tekanan batin ibu sunggu berat saat berada di Singapura, disamping harus meninggalkan suaminya yang juga Ayah saya yang sedang terkapar di Rumah Sakit akibat serengan jantung mendadak, Ibu harus kuat menahan sinar Radiasi yang menghantam wajahnya selama 30 hari dan menelan pil-pil kemoterapi yang kian menggerogoti tubuhnya. Lebih-lebih akhirnya jantung ayah sudah tidak kuat untuk berdetak dan mengalami kematian tiba-tiba di kediaman kami di Tangerang pada Bulan September 2017, 2 hari setelah ayah mengucapkan selamat ulang tahun kepada ibu saya. Hal tersebut sangat mengganggu pengobatan ibu, tapi mama sangat kuat dan bahkan tidak menangis ketika terakhir kali melihat jenazah papa.

Pada bulan Juli 2018, kami kembali ke Singapura untuk pengobatan rawat jalan dan memeriksa kembali kesehatan dan hasil MRI Brain Ibu saya kepada dokter tersebut. Mama yang baru saja pulang berlibur bersama keluarga ke Bali kembali harus menelan pil pahit dalam kehidupannya, bahwa setelah dokter memeriksa hasil MRI tersebut, tumor yang bersarang di otak mama semakin masif dan tidak terkendali. Saya dan Dokter berbicara dalam Bahasa Inggris dan Mama memang tidak bisa berbicara dan paham Bahasa Inggris jadi saya yang selalu menjadi penerjemah bagi mama. Dokter tersebut mengatakan "The tumor is going bad, just take your mother home and make her happy"dan juga mengatakan prognosis ibu saya hanya tinggal 3 bulan.

Sungguh berat bagi saya untuk menerima hal tersebut, terlebih bagaimana menjelaskan ke mama bahwa umurnya hanya tinggal 3 bulan ?!. Dokter onkologi saat itu juga menawarkan apakah ibu mu mau diberikan terapi radiasi lagi untuk menekan pertumbuhan sel kankernya ?. Dalam hati saya mama sudah cukup menderita menjalani terapi radiasi selama 30 hari, menelan pil kemo dan suntikan obat, dan sekarang usia mama hanya tinggal 3 bulan, akhirnya saya mengambil keputusan bersama kakak perempuan saya untuk tidak menjalani terapi radiasi tambahan tersebut dan Dokter Onkologi pun menyetujuinya dan memiliki pemahaman yang sama dengan saya. Akhirnya kami pulang ke Hotel dan ditengah perjalanan saya mengatakan ke mama, "mah ini kita sudah tidak berobat lagi di Singapura, mama sudah dikasih obat rawat jalan dan nanti bisa beli obat di Indonesia", sungguh hati saya mau menangis mengatakan itu, karena sudah tidak ada harapan bagi mama untuk mengobatinya secara ilmu kedokteran medis.

Kami pulang Ke Indonesia dan berusaha untuk mengobati penyakit mama dengan segala macam cara, mulai terapi herbal, saya banyak menanam daun belalai gajah, membeli melalui online bibit daunnya dan sampai meminta-minta ke rumah orang untuk daun-daun herbal tersebut. Mama juga termasuk orang yang rajin bermeditasi sewaktu masih sehat, dan pada saat terkena kanker pun masih rajin bermeditasi untuk ketenangan batinnya. Atas informasi seorang dokter, Mama berobat ke seorang dokter papua yang dipercaya mampu mengobati penyakit-penyakit kritis dan yang terakhir mama diobati dengan helm anti kanker yang juga dipercaya mampu memperkecil tumor. Namun kondisi mama tetap tidak membaik dan berangsur-angsur saraf motoriknya semakin tidak merespon, mulai sulit berjalan, sulit bicara dan pada akhirnya mama menghembuskan nafas terakhirnya pada Pagi Subuh tgl 3 November 2018.

Tentunya selama mama sakit, kami sebagai anak sudah mengusahakan cara-cara baik medis, penguatan spiritual, dan psikososial. Doa paritta suci telah diuncarkan, mengundang para Bhikkhu dan juga memberikan persembahan kepada para Bhikkhu saat mama masih bisa bicara dan saat-saat terakhir mama terbaring di ICU pun, para Bhikkhu bersedia untuk datang menguncarkan Paritta suci untuk kesembuhan mama. Tapi kami harus bisa menerima itu semua, terlebih mama juga semoga bisa menerima apa yang dialaminya. Segala sesuatu hanyalah sebuah fenomena sebab dan akibat, apabila kita bisa mengerti itu hanyalah sebuah sebab dan hasil dari sebab, maka penderitaan bisa kita atasi. Jadi kematian hanyalah sebuah proses dari kehidupan ini, saya juga sering menjelaskan ke mendiang papa dan mama, saya ceritakan kisah-kisah saya bekerja sebagai Relawan Asuhan Paliatif bagi para anak-anak yang terkena kanker di usia yang masih dini agar mereka bisa lebih kuat menghadapi penyakitnya, bahwa penyakit fisik tidak bisa kita hindari, tetapi yang terpenting adalah batin ini harus bisa tenang dan menerima menghadapi segala perubahan dari kondisi fisik agar kehidupan bisa berkualitas.

Saya bersedih ketika kedua orang tua meninggal dan saya harus mulai dewasa berdiri di kaki sendiri tanpa ada sokongan dan nasehat dari orang tua. Awalnya saya begitu bersedih kehilangan mereka, tapi kian hari saya semakin giat mempelajari Dhamma, saya mengerti bahwa kelahiran dan kematian adalah satu hal yang sama. Ajahn Chan berkata "Kelahiran dan Kematian adalah satu hal, Anda tidak bisa mendapatkan yang satu tanpa yang lainnya. Terlihat agak lucu; Bagaimana pada saat ada kematian, orang-orang menangis dan sedih; sedangkan pada saat ada kelahiran, orang-orang gembira dan senang. Itu hanyalah khayalan. Saya rasa jika Anda benar-benar ingin menangis, lebih baik melakukannya pada saat seorang dilahirkan. Menangislah pada awalnya, karena bila tidak ada kelahiran, maka tidak akan ada kematian. Apakah Anda bisa mengerti hal ini ?"

Jadi pada awalnya perasaan sedih kehilangan orang tua begitu tinggi pada diri saya, penyesalan mendalam atas kematian mereka selalu muncul dalam pikiran saya. Saya menyadari itu Normal, itu datang sari suatu sebab, apakah sebab itu ? saya belum bisa menerima, saya masih menyalahkan diri sendiri, saya kurang ini kurang itu, saya suka marah, saya telat mempelajari Dhamma, lalu saya menyadari kalau saya begini terus batin saya akan semakin merosot, bukankah itu tidak baik bagi kemajuan batin saya ?

Akhirnya saya mulai rajin membaca buku Dhamma, rajin baca Paritta, rajin pergi ke vihara, saya lakukan banyak perbuatan baik yang ditujukan untuk mendiang dan masih terus melanjutkan kegiatan sosial kerelawanan hingga hari ini. Saya berserah diri dengan menerima legowo apapun yang terjadi pada diri saya, itu adalah hasil perbuatan saya, hasil dari karma. Saya tidak bersedih lagi atas kematian orang tua, namun sebagai wujud bakti kepada mendiang orang tua, sesuai Sigalovada Sutta saya harus menjaga warisan dengan baik, berperilaku baik, melakukan pelimpahan jasa bagi beliau dan menjaga nama baik keluarga, lebih sadar, bisa menerima dan melihat segala sesuatu sebagaimana mestinya dan yang paling penting adalah saya mengusahakan hidup saya dengan baik pada saat ini agar setiap hal pada masa lampau menjadi mimpi cemerlang dan setiap hari mendatang menjadi angan-angan yang gemilang, hiduplah hari ini dengan sebaik-baiknya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kemajuan batin kita.

Yosep Cahyadi / Kurnia

Semoga semua makhluk berbahagia
Idam vo nati nan hotu Sukhita hontu natayo. Sadhu! Sadhu! Sadhu!

Entri yang Diunggulkan

Kesehatan Jasmani dan Kecencerungan Kriminal

Kesehatan Jasmani dan Kecenderungan Kriminal  dikutip dalam buku "Bagaimana Mengatasi Kesulitan Anda" Karangan Ven.K.Sri Dham...