Jumat, 31 Juli 2020

“Orang yang Sukar Diketemukan"

“Orang yang Sukar Diketemukan"

Sumber : Anguttara Nikaya 1.119 : Dullabha Sutta

Artikel oleh : Upc. Yosep Cahyadi

Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa (3x)

Pujaca Pujaniyanam Etammangalumuttaman

Menghormat yang patut dihormat, itulah berkah utama.

 

Semua makhluk hidup baik manusia ataupun binatang menginginkan rasa aman, kebahagiaan dan jauh dari penderitaan. Tidak ada manusia yang ingin mendapati suatu permasalahan dalam kehidupannya, tetapi karena kita terlahir kedunia ini pasti tidak akan luput dari masalah kehidupan. Tentu permasalahan kehidupan setiap orang berbeda-beda. Bayi yang baru lahir sudah merengek-rengek karena kedinginan, itu juga sebuah masalah. Masalah cenderung menimbulkan ketidakpuasan atau penderitaan jika kita tidak bisa menghadapinya.

Ketika kita semua lahir, ada yang pasti merawat kita, memberi makan atau menyusui, memandikan, memakaikan kita pakaian, mengajak kita bermain dan menidurkan kita. Ketika beranjak dewasa kita kemudian disekolahkan agar bisa memiliki pengetahuan. Dan semua itu dilakukan oleh Ayah dan Ibu kita semua, jikapun kita tidak memiliki ayah atau ibu, pasti ada seseorang yang karena kebaikan hatinya mau mengurus kita saat masih kecil.

Sang Buddha yang telah begitu lama Parinibbana lebih dari 2600 tahun yang lalu, ajarannya selalu mengajarkan kita semua agar janganlan berbuat jahat, perbanyak kebajikan dan mensucikan hati dan pikiran. 3 hal tersebut erat kaitannya dengan mengembangkan Sila, Samadhi dan Panna agar kita semua terbebas dari penderitaan dan dapat memperoleh kebahagiaan sejati. Dapat bertemu dengan seorang sahabat atau seseorang yang baik secara moral, memiliki cinta kasih serta mau menolong sesama adalah suatu berkah utama di dalam mangala sutta. Hal tersebut terjadi karena jasa-jasa kebajikan yang kita buat di masa lampau bisa bertemu dengan orang yang baik.

Di dalam Dullabha Sutta (AN.2.119) : Sang Buddha mengatakan kepada para Bhikkhu, ada dua macam manusia yang sukar diketemukan di Dunia ini :

1.      Orang yang disebut Pubbakari, yaitu orang yang memberikan pertolongan sejati.

2.      Orang yang disebut Katannukatavedi, yaitu orang yang menyadari telah menerima pertolongan orang lain, dan merasa berterimakasih serta berusaha membalas budi yang telah ia terima,

Pubbakari adalah orang yang memberikan pertolongan sejati, pertolongan sejati yang dimaksud disini adalah pertolongan yang akan selalu ada kapanpun dan dimanapun selama masih sanggup dilakukan. Dapatkah kita melihat contoh seorang Pubbakari ? Contoh yang paling mudah adalah orang tua kita sendiri, yaitu ayah dan ibu adalah seorang Pubbakari bagi kita semua. Karena kasih orang tua sepanjang masa tidak mengenal waktu dan dilakukan atas dasar kasih sayang yang tiada batas seperti yang terkandung di dalam Karaniyametta Sutta yang berbunyi : “sebagaimana seorang ibu mempertaruhkan jiwa melindungi putra tunggalnya; demikianlah terhadap semua makhluk kembangkan pikiran cinta kasih tanpa batas. Seperti itulah cinta orang tua kepada anaknya, orang tua memberikan semua yang terbaik semampunya untuk kita, sejak kita bayi sampai kita dewasa, hingga akhir hayat beliau. Beliau melakukan yang terbaik bagi anaknya, mengasuh dari bayi hingga dewasa, mengobati mereka bila sakit, memberikan mereka pendidikan, menyediakan makanan, mencarikan mereka pasangan untuk berumah tangga, mewariskan mereka harta kekayaannya dan semua itu dilakukan semata-mata agar anak mereka bahagia, memiliki bekal yang cukup di masa depan. Semua itu dilakukan oleh orang tua tanpa pamrih kepada anaknya dan pengorbanan yang ayah dan ibu lakukan tidaklah demi untuk mendapatkan balas jasa dari sang anak, tetapi karena kepedulian dan kasih ayah dan ibu kepada sang anak, apakah sang ibu pernah menakar air susunya ?.

Sebagai anak, apa yang akan kita lakukan untuk kedua orang tua kita, yang mana mereka adalah Pubbakari bagi kita, karena sekecil apapun tindakan yang mereka lakukan kepada kita, mereka tetaplah kedua orang tua kita, khususnya ibu yang begitu sulitnya mengandung kita dan betapa sakitnya saat melahirkan kita. Kita begitu sangat berhutang budi pada orang tua yang telah melahirkan kita ke dunia. Maka tentu kita harus menjadi seseorang yang disebut Katannukatavedi, yaitu orang yang menyadari telah menerima pertolongan dan merasa berterimakasih serta berusaha untuk membalas budi.

Di dalam Sigalovada Sutta terdapat lima kewajiban yang harus dilaksanakan oleh anak-anak kepada orang tua mereka, yaitu :

1.      Menyokong orang tua

2.      Melakukan kewajiban-kewajiban bagi orang tua

3.      Mempertahankan kekayaan keluarga

4.      Berkelakuan yang pantas demi nama baik keluarga

5.      Melakukan perbuatan-perbuatan berjasa untuk dipersembahkan pada orang tua yang telah tiada (Pattidana).

Namun bagi kalian, adik-adik yang masih sekolah dan belum bisa mencari uang bagaimana bisa membalas jasa kebaikan orang tua ? tentu tetap bisa karena membalas budi bukan berarti harus selalu dengan memberikan materi kepada orang tua, tetapi dengan adik-adik selalu mengikuti nasehat dari ayah dan ibu, tekun untuk belajar, berusaha membantu ayah dan ibu di rumah, selalu bersikap hormat, memiliki sopan santun dan ramah kepada mereka, tentu adik-adik sudah melakukan praktek dari Katannukatavedi. Akan tetapi bila adik-adik menjadi anak yang bandel, tidak mendengarkan nasehat orang tua, tidak giat belajar dan apalagi tidak mau mengikuti sekolah minggu, niscaya hati orang tua akan menjadi sangat sedih.

Maka dari itu adik-adik yang terkasih, sebagai siswa-siswi sang Buddha marilah kita mempraktekkan ajaran Beliau dengan penuh keyakinan. Karena beliau adalah seorang Guru Agung yang mengajarkan kepada kita mengenai ajaran yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya dan indah pada akhirnya, seorang Guru Agung yang membimbing kita menjadi manusia yang baik dan berbudi luhur.

Sebagai akhir cerita, saya sisipkan Maklumat Brahmagiri II dari Raja Asoka yang merupakan ringkasan dari Khotbah Sang Buddha kepada Pangeran Suku Licchavi yang menekankan pentingnya kewajiban seorang anak terhadap orang tua, yang berbunyi sebagai berikut :

“Ibu, ayah dan Guru harus dirawat dengan sebaik-baiknya. Kasih sayang harus diberikan pada semua makhluk. Harus berbicara benar. Semua kebajikan ini harus dianjurkan.’

“Begitu juga, Upajjhayo (guru penahbis) haruslah dihormati murid. Hubungan harus dijalankan secara pantas.”

“Inilah perilaku kuno yang wajar. Inilah penyebab umur panjang. Karenanya ini harus dijalankan.”


sabbe satta bhavantu sukhitatta

 

 

 

 

Senin, 27 Juli 2020

Asyiknya Mengajar Sekolah Minggu Buddhis dengan Media Sulap

    Sulap memang sebuah seni yang bisa membuat semua orang mengalami berbagai macam emosi, ketika melihat pertunjukan sulap, penonton ada yang tertawa lucu karena aksi si pesulap yang bisa melucu, ada yang terheran-heran, bingung dan takjub dan bertanya-tanya "kok bisa gitu ya???", tetapi dari sekian banyak emosi yang terkumpul, hanya satu kesimpulan yang bisa diutarakan, yaitu para penonton yang menyaksikan sulap, semuanya menikmati dengan gembira, asalkan si pesulap memainkan sulapnya tidak fail alias gagal yang dikarenakan beberapa faktor, bisa saja karena faktor kurang persiapan atau latihan dan saya sebagai pesulap, jujur sering mengalami kegagalan dalam bermain sulap loh hehe. Tapi setiap kali saya gagal dalam menampilkan sulap, saya berusaha untuk tidak gugup atau grogi, tapi berusaha untuk tetap tenang, tetap menampilkan mimik muka yang gembira bak pesulap Pak Tarno yang selalu mengatakan "Prok Prok Prok Jadi Apa???". Kemudian dari kegagalan itu, saya tidak berhenti sampai disitu, saya terus berlatih dan berlatih agar kemampuan saya bermain sulap semakin terasah. 
    Ketika bermain sulap untuk anak-anak khususnya baik ketika sebagai penceramah ataupun hanya mengisi sulap disaat kegiatan Sekolah Minggu Buddhis, saya selalu berusaha untuk tetap tenang bak layaknya sedang menyampaikan Dhamma. Karena menurut saya Seni Sulap bisa digunakan sebagai media untuk penyampaian Dhamma dan berlaku untuk semua umur dari balita sampai manula, semua bisa menikmati sulap dengan wajah yang gembira. Dan kembali lagi karena ketika saya memainkan sulap kepada anak-anak Sekolah Minggu Buddhis adalah sebagai media untuk penyampaian Dhamma, media untuk menanamkan Budi Pekerti, nilai-nilai Moralitas kepada anak-anak, maka dari itulah saya harus sangat berhati-hati dalam memainkan sulap dihadapan mereka. Saya harus berhati-hati dalam memilih kata-kata, memilih cerita atau plot dalam bermain sulap, dan berhati-hati dalam memainkan jenis atau media sulap yang akan dipertunjukkan. Misalnya ketika memainkan sulap dihadapan anak-anak SMB saya tidak menggunakan media yang berbahaya seperti api atau benda tajam yang berbahaya, tidak juga memainkan trik sulap yang dianggap berbahaya karena takut ditiru oleh anak-anak SMB khususnya yang masih usia balita/TK. Yang paling penting adalah setiap bermain sulap, saya akan selalu menjelaskan nilai-nilai moral yang bisa diambil dari permainan sulap tersebut, agar anak-anak tidak hanya menikmati pertunjukan sulap tetapi juga bisa belajar Dhamma dari sulap tersebut.
     Jean-Eugene Robert-Houdin (1805-1871), pesulap Perancis tersohor yang oleh dunia sulap diakui sebagai Bapak Sulap Modern, mengatakan "A magician is an actor playing the part of magician" yang artinya Pesulap adalah seorang aktor yang berperan sebagai pesulap. Kalimat tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang memainkan sulap sebetulnya hanyalah memainkan sebuah peran dan mempertunjukkan kemampuan sulapnya agar dapat memukau penonton. Pada kenyataannya kami para pesulap tidak benar-benar melakukan hal-hal yang gaib, karena semua sulap memiliki trik atau rahasia pada sulapnya, namun agar sulap yang dimainkan tersebut terlihat spesial, berbeda dan memukau, tentunya kami harus memainkan sebuah peran yang bisa dilihat melalui gerakan tangan, mimik wajah dan suara. Media sulap begitu banyak baik yang bisa dibeli di pasaran maupun alat sulap yang dapat dibuat sendiri, setiap orang bisa memainkan sulap, tetapi cara penyampaian sulap setiap orang tentu berbeda-beda, maka itu diperlukan latihan memainkan alat sulat dan berlatih seni peran agar menjadi pesulap yang handal dan menarik di mata penonton. Seorang pesulap harus selalu berusaha untuk menghibur penonton dan bersikap rendah hati alias tidak sombong atas keterampilan sulap yang dimainkan olehnya, karena kesombongan si pesulap bisa menjadi bumerang bagi dirinya bilamana ia melakukan kesalahan dalam bermain sulap. Saya sendiri tidak selalu lancar loh dalam memainkan sulap, kadang ada saja gimmick sulap yang tiba-tiba gagal atau mengalami kendala, tetapi kembali lagi bila itu terjadi, saya selalu mengusahakan agar tetap tenang dan tersenyum hehe, karena saya selalu mengingatkan motivasi saya bermain sulap adalah untuk menghibur orang, jadi tetap tidak boleh menyerah dan terus berlatih dan berlatih.
    Saya mempertunjukkan sulap pertama kali justru pada saat mengisi sekolah minggu di Vihara Windu Paramita, Parung Panjang-Bogor. Saat itu saya berpikir alangkah menariknya bila sekolah minggu tidak hanya diisi dengan bercerita dan aktivitas, tetapi bila ada sulapnya pasti akan jauh lebih menarik. Saya sendiri memainkan sulap di SMB terinspirasi dari seorang Penceramah Buddhis yang sudah banyak berkontribusi bagi perkembangan Dhammaduta Muda khususnya di Tangerang, ia adalah Ko Litar Suryadi. Awalnya saya suka melihat Ko Litar memainkan sulap ketika mengisi SMB di Channel Youtube dan itu membuat saya terpikir juga untuk memainkan sulap saat mengisi SMB. Akhirnya sulap yang pertama kali saya mainkan adalah sulap Tali dan Bola yang meskipun bola tersebut sudah diikat oleh tali, tetapi bola tersebut masih bisa lepas, saya selalu menjelaskan bahwa bola tersebut adalah kita manusianya dan talinya adalah tali kemalasan, maka dari itu kita harus lepaskan diri kita ini dari rasa malas dan giat bersemangat untuk Sekolah Minggu. Sebelumnya memang saya sendiri suka dan hobi dengan sulap, hanya saja hobi hanyalah sebatas hobi yang dimainkan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi belum pernah dimainkan kepada penonton dalam jumlah yang banyak. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi dalam bermain sulap.
    Genre (aliran) atau jenis sulap juga beraneka macam, ada sulap angka (matematis), sulap mentalis, sulap ilusi (illusionist), Close Up Magic, sulap Kartu (Cardician), Classic Magic, dan lain sebagainya. Saya sendiri selama ini lebih menyukai aliran Classic Magic atau Deddy Corbuzier menyebutnya sebagai Traditional Magic.
     Traditional Magic adalah aliran sulap yang mengandalkan kecepatan tangan daripada berbicara dengan menggunakan media sulap seperti tongkat, tali, topi dan kain. Contoh sulap traditional misal seperti menghilangkan kain, melepaskan tali dari ring, tongkat jadi bunga, tali jadi kain, dan lain sebagainya. Saya sendiri sangat mengidolakan Master of Traditional Magic Pak Tarno, makanya sebagian besar sulap yang saya mainkan lebih banyak bergenre sulap tradisional seperti yang beliau mainkan. Meskipun saya juga suka menggabungkan berbagai macam aliran sulap kedalam satu pertunjukan sulap.


    Setiap kali mengisi kegiatan SMB saya selalu menyelipkan sulap kepada anak-anak agar anak-anak semangat mengikuti jalannya SMB, melihat anak-anak tertawa, tersenyum dan gembira ketika saya memainkan sulap, membuat diri saya semakin semangat untuk berlatih sulap, mencari ide-ide sulap yang akan dimainkan, tentunya ide-ide tersebut saya dapatkan dari youtube, internet, buku sulap dan dari teman-teman sesama pesulap. Berikut dibawah ini adalah foto-foto saya saat mengisi Sekolah Minggu Buddhis bersama sesama penceramah Buddhis, yaitu Ko Pendi yang tergabung di Group Dasa Paramita Kab. Tangerang.
Sam Kaw Bio - Barengkok

Vihara Windu Paramita - Parung Panjang

Vihara Siripada - Serpong (SMB Remaja)


Vihara Siripada - Serpong (SMB TK)

    Foto diatas adalah beberapa foto ketika saya mengisi SMB dengan media sulap dan diabadikan sebelum Pandemik Covid-19 terjadi. Saat Pandemik Covid-19 masih belum selesai, mau tidak mau kegiatan pembelajaran baik di Sekolah maupun Sekolah Minggu harus dilakukan secara daring dan saya juga aktif mengisi sulap untuk SMB Online Se-indonesia. Karena ini adalah SMB Online Se-Indonesia, maka dari itu saya harus sangat berhati-hati dalam memainkan sulap karena ditonton oleh anak-anak sekolah minggu diseluruh Indonesia. Sulap yang saya mainkan tidak selalu berjalan mulus, ada saja kendala entah karena gugup hehe dan juga salah memilih media sulap, meskipun sejauh ini saya masih diminta mengisi sulap untuk SMB Online hehe. Semua itu saya lakukan tanpa pamrih demi anak-anak SMB, agar mereka jangan sampai tidak sekolah minggu karena Covid-19, meskipun pandemik ini belum selesai, tetap jangan sampai anak-anak tidak belajar Dhamma, karena Dhamma adalah yang kelak akan menuntun dan melindungi mereka agar dijalan yang benar dan tidak melakukan cara hidup yang jauh dari nilai-nilai Dhamma. Karena jujur sewaktu kecil orang tua saya tidak rutin mengajak saya untuk pergi sekolah minggu, orang tua saya adalah tipe orang tua yang mengajarkan anaknya lewat praktek dan bukan secara teori, maka dari itu mungkin saya suka aktif di kegiatan sosial, namun saya belum memiliki kebijaksanaan, padahal Dhamma adalah ajaran yang akan membuat kita menjadi lebih bijaksana. Saya belajar Dhamma secara lebih mendalam baru diusia 25 tahun ketika saya di Visudhi Upasaka/Upasika di Vihara Sasana Subashita - Kota Tangerang tahun 2016, meskipun sejak kuliah saya aktif mengajar kursus bagi anak asuh Vihara Nimmala. Terlebih sejak ditinggalkan oleh kedua orang tua untuk selama-lamanya, saya giat mendalami Dhamma, kenapa ? karena saya mengalami bahwa Dhamma membuat batin saya menjadi lebih tenang, bahagia dalam melepas, bahagia dalam penyepian, khususnya bahagia dalam berbuat baik tanpa keakuan.

    By the way teman-teman mau lihat aksi saya bermain sulap di SMB Online Se-Indonesia yang diselenggarakan oleh beberapa SMB Vihara, yaitu SMB Vihara Siripada - Tangerang, SMB Vihara Dhamma Metta - Jember, SMB Vihara Dhamma Harja - Banyuwangi, SMB Vihara Dhamma Sabha - Tangerang, SMB Vihara Punna Karya - Tangerang, SMB Vihara Sasanadipa - Makassar, SMB Vihara Numbay Santijaya - Papua dan para anak-anak SMB dari berbagai wilayah di Indonesia. yuk mari kita lihat aksi Koko Paman Gajah dalam bermain sulap, maaf ya kalau gak lucu dan ada yang failnya hehe, saya masih terus belajar agar bisa terus menghibur adik-adik semua. Video tersebut merupakan cuplikan sulap dari SMB Online Se-indonesia yang diposting di Akun Youtube Dhamma Metta Jember  dengan link : https://www.youtube.com/channel/UCPwCeQTTZD8oHkcqVpRYB-g





    Apabila teman-teman masih mau melihat aksi saya bermain sulap, jangan lupa ya silahkan subcribe akun youtube Dhamma Metta Jember, Sekolah Minggu Online Se-Indonesia ada setiap hari minggu pukul 09.00 - 11.00 dan live di Youtube dan Zoom. Dari SMB Online Se-Indonesia ini juga saya dapat mengenal seorang pemerhati SMB yang memiliki rekor MURI, dia adalah Ko Hendry Filcozwei Jan yang juga seorang Pesulap loh, beliau sempat mengisi SMB dengan tema "Jangan Bergaul dengan Orang Jahat (Dhammapada 78) dan saya juga membantu untuk mengisi sulap pada sesi sulap waktu itu. Asyik kan teman-teman apabila Sekolah Minggu Buddhis dapat disampaikan melalui media sulap. Sulap adalah suatu seni yang bila dimainkan dengan hati yang tulus, niat yang luhur dan penuh cinta kasih akan memberikan efek yang dasyat bagi yang menontonnya, tapi memang sulap memiliki beberapa pro dan kontra pastinya, maka dari itu kita harus tetap bijak dalam memilih materi sulap yang akan dimainkan, agar sulap tersebut tetap memiliki sisi positifnya dan siapapun yang melihat sulap tersebut orang tetap dapat mengambil suatu pelajaran yang berharga. 
    Semoga semakin banyak juga penceramah muda maupun yang senior dapat menggabungkan ceramah mereka dengan sulap agar diskusi Dhamma jadi menarik dan tidak bosan. Sulap tidak harus melulu menggunakan media yang ribet dan mahal, tetapi alatnya bisa kita buat sendiri dan juga dari media yang sangat sederhana, misalnya 2 buah karet, batang korek api, dan jari kita sendiri pun bisa menjadi media sulap. Apabila teman-teman mau menghubungi saya sekedar bertanya mengenai sulap untuk Sekolah Minggu, trik sulap, alat-alat sulap yang bisa dibuat dengan bahan-bahan sederhana, referensi buku sulap, saya sangat bersedia untuk membagikan ilmu sulap yang meskipun tidak banyak karena masih tahap proses belajar, sehingga kita bisa sama-sama belajar. Tujuannya untuk apa ??? tentu tujuannya adalah untuk menghibur orang, menghibur adik-adik sekolah minggu agar tetap semangat untuk belajar Dhamma dan membuat aktivitas belajar mengajar di sekolah minggu menjadi lebih interaktif, menarik dan tidak membosankan.

Akhir kata semoga cerita saya dapat bermanfaat bagi saudara/i yang membacanya. 
























   

Artikel Dhamma : Inginkah Hidup Lebih Baik? oleh : Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera Bag. 1

 Kalau kita mau mencoba merenungkan lebih dalam, sesungguhnya semua manusia mempunyai persoalan kehidupan yang sama. Tidak peduli apakah ia beragama Buddha atau beragama lain, ia bangsa ini atau bangsa itu. Persoalan ketidakpuasan, kegagalan, kesedihan, putus asa, kejengkelan, kemarahan, kebencian, bukan hanya persoalan umat Buddha saja. Persoalan ini adalah persoalan setiap orang, semua manusia. Demikian juga kerukunan, kesejukan hati, kebahagiaan, keberhasilan adalah harapan setiap orang. Bukan saja mereka yang mempunyai cita-cita hidup bahagia adalah keluarga yang harmonis, saling mengerti, bisa mengatasi kesulitan; tapi ini adalah harapan semua orang, harapan setiap orang, tidak peduli dia beragama apapun juga.
    Karena itu sangat benar bila Sang Buddha dalam khotbahNya yang pertama dalam Kesunyataan yang pertama mengatakan bahwa : Kehidupan ini adalah Dukkha. Kehidupan kita sekarang ini adalah kehidupan di mana kita harus berjuang dan berjuang untuk mencapai keadaan yang lebih baik lagi. Setiap orang mengakuinya walaupun tidak seterus-terang seperti Sang Buddha.
    Setiap orang, setiap agama meskipun secara tidak terus-terang mengakui bahwa kehidupan ini bukanlah kenikmatan yang tertinggi. Kehidupan ini bukanlah suatu puncak, bukan suatu keadaan yang sesuai dengan harapan kita. Memang banyak orang yang tanpa tedeng aling-aling menyatakan bahwa : 'Kehidupan ini adalah Dukkha, kehidupan ini adalah penderitaan'. Bagi mereka yang baru pertama kali belajar agama Buddha, sulit menerima pernyataan itu, bahkan sementara orang menilai bahwa agama Buddha ini agama yang 'pesimistis', suatu agama yang memandang bahwa hidup ini adalah penderitaan. Tapi mau mengakui atau tidak mau mengakui, kenyataan adalah kenyataan.
    Apa yang kita perjuangkan, kita usahakan; Saudara memeluk suatu agama, berjuang dengan sungguh-sungguh, memperjuangkan agar kehidupan lebih baik, lebih teratur. Sesungguhnya mau tidak mau mengakui, kehidupan ini adalah tidak memuaskan. Kalau Saudara Konsekwen, bahwa hidup ini adalah suatu puncak kebahagiaan, tentunya Saudara tidak perlu beragama lagi, tidak perlu berjuang dengan sengit, tidak perlu meningkatkan kehidupan Saudara lagi, karena beranggapan kehidupan Saudara sudah baik.
    Secara langsung atau tidak langsung, setiap orang tanpa kecuali mengatakan bahwa kehidupan ini bukan suatu tujuan, tetapi masih merupakan proses yang habis-habisan untuk mencapai suatu keadaan yang lebih baik, sehingga akhirnya mencapai suatu kebahagiaan sejati.
    Lalu mengapa kita harus menjalani kehidupan seperti ini, tunggang-langgang, pontang-panting, dengan segala macam suka-duka, kegagalan, keberhasilan, kekecewaan, kepuasan, dan sebagainya ?
    Persoalan kehidupan yang kita jalani, kita tanggung ini sebabnya adalah karena kita ini dilahirkan. Ini adalah jawaban yang paling jitu yang diberikan oleh Sang Buddha.
    Apa sebab kita ini dilahirkan ? Tidak mungkin sesuatu muncul dengan begitu saja, kalau segala sesuatu muncul dengan begitu saja tidak perlu kita bertanggung jawab.
    Kita dilahirkan karena kita terlalu cinta, kita melekat pada kehidupan kita ini. Mengapa kita bisa sampai melekat pada kehidupan kita ini ?
    Karena kita semua mempunyai nafsu keinginan. Nafsu keinginan itu yang menyebabkan kita melekat, ketagihan. Kita melekat pada suasana yang kita sukai, pada orang-orang yang kita cintai, pada jasmani kita, kebahagiaan kita; kita melekat pada kehidupan ini, walaupun kita mengatakan bahwa kehidupan ini sungguh membuat kita sengsara; tapi sebenarnya kita cinta pada kehidupan ini.
    Nafsu keinginan yang membuat kita melekat, melekat pada kehidupan ini sehingga pada saat kematian; kelahiran kembali akan terjadi kemudian.
    Mengapa kita sampai mempunyai nafsu keinginan, bisa timbul nafsu keinginan ? Karena kita punya perasaan, rasa itulah yang menimbulkan hawa nafsu. Timbul perasaan senang...Saudara ingin memiliki selamanya, kalau timbul perasaan tidak senang...Saudara akan menyingkirkannya habis-habisan. Hawa nafsu itulah yang membuat kita melekat pada apapun yang kita cintai, dan kemelekatan inilah yang memperpanjang proses kehidupan kita, sehingga sesudah kematian kita dilahirkan kembali.
    Apa sebab kita merasakan sesuatu ? mengapa kita merasakan ini nikmat, ini menyenangkan, itu tidak menyenangkan ? Karena kita bisa kontak, kalau kita tidak bisa kontak tidak mungkin kita bisa menikmati sesuatu.
    Apa yang dimaksud dengan kontak ini, mengapa bisa kontak dan dari mana datangnya kontak ? Kita bisa kontak karena kita memiliki enam indria. Kita punya mata, bisa melihat yang indah-indah, yang jorok, yang gemuk, yang kurus. Mata konta dengan apa yang dilihat kemudian timbul rasa senang, rasa suka, dan kesenangan ini ingin terus dinikmati...dinikmati...dinikmati lagi... terus. Itulah nafsu keinginan dan inilah yang menyebabkan kita melekat pada kesenangan itu, pada kehidupan, sehingga menyebabkan kehidupan kita terus bersambung kembali sesudah kematian, terlahir kembali.
    Kita punya telinga bisa menikmati suara yang merdu, suara si dia, pujian, sanjungan atau celaan. Telinga kita kontak dengan bunyi kemudian timbul kesenangan, kenikmatan, dan ingin terus menikmatinya berulang-ulang, berulang-ulang, inilah nafsu keinginan dan ini menyebabkan kemelekatan yang muncul karena mendengar, dan itulah yang menyebabkan kita dilahirkan kembali.
    Demikian juga hidung, kontak dengan apa yang bisa kita cium, 'ini bau tengik, ini bau enak'. Mulut/lidah bisa kontak dengan apa yang bisa kita rasakan, 'ini enak, ini tidak enak'; demikian pula dengan tubuh/kulit kita. Mata, telinga, hidung, mulut, tubuh dan keenam adalah pikiran kita.

Bersambung ke Artikel Dhamma : Inginkah Hidup Lebih Baik? oleh : Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera Bag. 2
  

    

Artikel Dhamma : Inginkah Hidup Lebih Baik? oleh : Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera Bag. 2

    Pikiran akan kontak dengan apa saja yang bisa kita pikirkan yang menimbulkan kesenangan, kenikmatan yang terus ingin dinikmati, dinikmati lagi, ingin dilunasi, dicicipi, itu menjadikan timbulkan nafsu keinginan dan muncul kemelekatan yang akan menyambung kehidupan yang serba menyakitkan ini. Kemelekatan ini membelenggu kita, kemelekatan yang menyebabkan kita tidak bebas. Saudara mungkin masih bisa bebas Saudara masih bisa memenuhi kemelekatan, ketagihan Saudara, tapi pada saat Saudara tidak bisa lagi mempunyai kesempatan untuk memenuhi tuntutan kemelekatan itu, saat itu Saudara akan merasakan kesengsaraan yang luar biasa. Betapa bahagianya orang yang tidak melekat !
    Lalu apa yang menjadi persoalan utama ? Berhati-hatilah, waspadalah Saudara pada saat keenam indria Saudara kontak dengan sasarannya. Kalau mata, telinga, hidung, mulut, tubuh, pikiran Saudara kontak cobalah berusaha kontak dengan wajar, melihat sebagaimana adanya dan bila pada saat kontak itu muncul, muncul kesadaran, maka Saudara akan menjadi orang yang bahagia. Kontak ini tidak akan membuahkan suatu ikatan yang baru. Inilah sesungguhnya meditasi yang seharusnya kita latih, bukan hanya setiap hari tapi setiap saat, setiap keenam indria kita kontak, karena itulah saat yang paling bahaya.
    Dalam salah satu Dhammapada dikatakan, kalau ada orang yang bisa mengalahkan seribu musuh setiap hari, ia belum dapat disebut sebagai pahlawan besar, tapi bila seseorang yang bisa mengalahkan dirinya sendiri, barulah ia bisa disebut sebagai seorang pahlawan besar.
    Mengapa kita mempunyai keenam indria yang membuat kita bisa kontak dengan dunia luar sehingga kita mempunyai nafsu keinginan yang ingin terus kita puaskan sampai timbullah kemelekatan, dan kemelekatan inilah yang memperpanjang proses kehidupan kita setelah kematian ?
    Ini disebabkan karena ada jasmani dan batin, sehingga keenam indria kita bisa kontak dengan sasarannya masing-masing; seandainya hanya ada jasmani tidak ada batin, tidak mungkin bisa terjadi kontak.
    Dan mengapa sampai ada jasmani dan batin ? jasmani dan batin ini muncul karena karma-karma kita yang lampau. Apa sebab kita membuat karma-karma yang tidak karuan, apa sebabnya kita melekat ? Kalau kita telusuri lebih jauh ? Akhirnya Sang Buddha menemukan jawabnya yaitu : Kebodohan.
    Maka kewaspadaan akan menghantarkan kita pada kebebasan, alangkah bahagianya orang yang tidak terikat, mereka yang sudah merdeka, bebas, seperti layaknya orang yang sudah bangun diantara mereka yang masih bermimpi.
    Sering kali uraian seperti di atas ini diterjemahkan secara salah, ada yang mengatakan bahwa, apabila sudah belajar agama orang akan menjadi malas, segan mencari mata-pencaharian, segan bersaing. Kalau Saudara setelah membaca uraian ini bersikap seperti itu, Saudara telah salah menterjemahkan uraian tersebut.
    Jangan terikat, jangan melekat, tidak sama dengan jangan bekerja. Jangan terikat, jangan melekat, tidak sama dengan harap Saudara menganggur saja. Mari kita bekerja dengan giat, apakah kita sebagai kepala rumah tangga, ibu rumah tangga, pelajar, karyawan, wiraswasta, selesaikan tugas kita dengan sebaik-baiknya. Mari kita membuat rumah tangga kita lebih baik, lebih makmur, mari kita buat negara ini lebih maju.
    Carilah sebanyak-banyaknya, carilah dengan mata pencaharian yang baik dan benar, berusaha bagaimana produksi ini lebih banyak lagi. Tapi yang menjadi persoalan jangan terikat pada semua itu. Kalau Saudara terikat, pada saat mengalami perubahan, Saudara akan menjadi orang paling sengsara. Kerjakanlah semua itu dengan penuh kebijaksanaan.
    Kita siap maju, kita siap menjadi makmur, Saudara tidak dilarang untuk mencari uang sebanyak-banyaknya dengan cara yang baik dan benar, tapi jangan terikat, jangan melekat pada apa yang Saudara dapatkan. Kalau misalnya suatu saat family, kenalan Saudara sakit, membutuhkan... Saudara harus rela melepaskan itu... bantulah mereka sedapat mungkin.
    Kita siap menjadi pemimpin, pengurus, ketua, direktur, manager, tapi jangan berkeinginan untuk terus selamanya memegangnya; suatu saat Saudara harus siap melepaskannya.
    Mari kita berjuang, selama kita masih kuat, masih sehat, sesuai dengan bidang kita masing-masing. Berjuang mati-matian, hidup hemat, tidak berfoya-foya, belajar Dhamma, membuat kehidupan ini lebih tinggi, dan jangan lupa siap melepas setiap saat.
    Sebagai umat Buddha kita harus menonjol, bukan menonjol dalam kekayaan tapi menonjol dalam hal melepaskan. Karena pada hakekatnya segala sesuatu termasuk badan jasmani ini sesungguhnya bukan milik kita, suatu saat kita harus melepaskannya untuk selama-lamanya. Inilah rahasia kehidupan kita.
    Tidak ada alasan untuk memperbesar keserakahan. Kita bekerja mati-matian, mengumpulkan sebanyak-banyaknya dengan cara yang benar, bukan berarti kita serakah selama apa yang kita dapatkan itu rela kita lepaskan untuk kepentingan orang banyak. Dan itulah salah satu cara untuk menaklukan diri sendiri, kalau Saudara dapat menaklukan diri sendiri, maka Saudara adalah seorang pahlawan yang besar. Pandanglah kehidupan ini sebagai mana adanya, sewajarnya, dalam proporsi yang sebenarnya.

Sumber asli :
Kotbah Dhamma di Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya, 2 April 1989; di sadur oleh : Nani Linda, SH

    
    

Selasa, 21 Juli 2020

Cerita Training Relawan Tzu Chi di Masa Pandemik Covid 19 "Menghargai Kehidupan sekecil apapun"

Pandemik Covid-19 telah menghiasi Negeri Indonesia kita sejak awal Maret 2020, lo kok menghiasi sih??? ya sengaja saya menulisnya menghiasi agar kita tetap berpikir positif dari Virus Corona ini, bahwa Virus ini memang banyak memakan korban jiwa, Indonesia sendiri sudah ada lebih dari 4000 Jiwa menjadi korban akibat terpapar Virus Corona. Tetapi sisi positif darI Virus Corona ini membuat saya semakin untuk menghargai dan menghormati sebuah Kehidupan sekecil apapun. Master Cheng Yen mengatakan bahwa Covid-19 diakibatkan Karma Kolektif seluruh makhluk hidup di dunia ini, Karma sendiri dalam Bahasa Buddhisme adalah Perbuatan yang didasari oleh Niat atau Kehendak yang dilakukan melalui Pikiran, Ucapan dan Perbuatan. Karma Kolektif adalah Perbuatan gabungan yang telah dilakukan oleh kita semua di masa lalu sehingga memunculkan dorongan buah karma (Vipaka) di masa sekarang. Dalam hal ini Akusala Kamma Vipaka atau buah karma buruk yang berbuah adalah Virus Covid-19. Master juga mengatakan bahwa pentingnya kita semua untuk menjalani pola hidup bervegetaris untuk meredam karma kolektif yang terjadi saat ini. Pola hidup Vegetarian adalah tidak memakan makanan dari produk hewani tetapi menggantinya dengan memakan dari produk nabati yang secara ilmiah tidak kalah menyehatkan dibanding produk hewani.

Akibat Covid-19 ini mengharuskan banyak sekali perubahan cara hidup dari gaya hidup normal yang biasa kita lakukan dan sekarang kita harus beralih ke cara hidup New Normal. Bila dulu kita menempuh pendidikan di Sekolah atau Universitas secara Tatap Muka, maka sekarang proses pembelajaran dilakukan secara Daring, dan begitu juga bagi yang bekerja diharuskan Work From Home. Kegiatan untuk memberi makan batin pun dalam hal ini adalah melakukan kebaktian di tempat ibadah harus dilakukan dari rumah masing-masing. Khususnya bagi kami yang Buddhis masih melakukan Puja Bakti di rumah masing-masing melalui media Online. Perubahan Tatanan atau Cara hidup mulai dari bersekolah, bekerja, bersosialisasi dan berdoa di masa New Normal ini semuanya mengarah pada konsep "Jaga Jarak" dengan tujuan untuk meminimalisir pemaparan Virus Covid-19 yang mau tidak mau kita harus menghadapinya, jika mengacu pada Teori Darwin "Adapt or Die", Ya bisa tidak bisa, ya harus dibisakan, karena ini menyangkut keselamatan orang banyak termasuk keselamatan diri kita sendiri dan keluarga.

Virus Covid-19 berdampak bagi sektor perekonomian, ada satu teman saya yang merupakan kakak dari anak dampingan kanker yang saya dampingi di daerah Cengkareng terkena PHK dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri sepatu khusus ekspor. Dia terkena PHK bersama ribuan teman-temannya di masa pandemik Covid-19 ini karena Perusahaan sudah tidak sanggup lagi untuk menggaji mereka yang disebabkan order atau transaksi penjualan Perusahaan menurun drastis. Ada juga teman saya di Tangerang, yang suaminya tidak bekerja atau alias dirumahkan sementara, karena Perusahaan tempatnya bekerjanya tidak diperbolehkan beroperasi selama Pandemik Covid-19. Ada juga cerita dari salah satu pelanggan tempat saya bekerja yang saya tanya. Pelanggan ini membeli Kecap dalam jumlah banyak di tempat saya bekerja, Saya bertanya buat apa pak beli kecap sebanyak ini ?, lalu si bapak ini bilang bahwa dia bersama teman-temannya sedang menggalang paket-paket sembako yang akan disalurkan secara gratis bagi masyarakat yang terdampak Covid-19 seperti para pegawai yang terkena PHK dari perusahaan yang tidak diperbolehkan beroperasi selama Pandemik Covid-19 ini. Saya hanya berpikir dari cerita-cerita tersebut, saya sangat bersyukur bahwa saya masih memiliki pekerjaan, masih dikaruniai tubuh yang sehat dan karena itulah saya menyadari untuk terus bersemangat berjalan di jalan Bodhisatva, terus giat menjadi Relawan Tzu Chi sebaik yang saya bisa, saling berbagi entah itu dalam bentuk materi, tenanga dan pikiran dalam membantu orang lain yang memang sedang membutuhkan perotolongan di masa Covid-19 ini, dan yang paling penting adalah adanya "Yong Xin" kesungguhan hati, ketulusan hati dan welas asih (kasih sayang) dalam membantu, dijamin pasti hati kita akan bahagia disetiap hal yang kita lakukan kepada sesama. Ingat ya resep dalam membantu sesama agar hati kita bahagia adalah : Kesungguhan Hati, Ketulusan Hati dan Kasih Sayang.

Selama Pandemik Covid-19 jujur banyak sekali orang-orang yang membeli Kecap untuk Bakti Sosial. Jujur saya sangat mengagumi orang-orang tersebut yang tidak duduk diam, tetapi tetap mau berbagi di masa covid-19 ini. Justru jadi penggugah semangat bagi saya untuk terus bekerja di dunia Kerelawanan sosial. Memang Covid-19 ini telah mengubah tatanan hidup kita, belum lama ini saya mengikuti Training Relawan Tzu Chi sebanyak dua kali. Training yang pertama tanggal 28 Juni 2020 dengan tema "Giat Mendengar Dharma, Memperpanjang Jalinan Jodoh Guru dan Murid. Training yang kedua pada tanggal 19 Juli 2020 yang dibagi menjadi 3 topik sebagai berikut :



 1.非說不可●非素不可
Menyebarkan dan Menjalankan Vegetarisme Itu Harus - Qiu guo qi shixiong 

2. 如法行施-真法供養
Mempraktikkan Ajaran; Memberi Persembahan Dharma - Huang si hao shixiong

3. 大哉教育-善哉造福
Memetik Pelajaran Besar; Menciptakan Berkah lewat Kebajikan - Huang si xian shixiong 

Saya banyak sekali memetik pelajaran dari dua Training Online tersebut di masa pandemik ini, yang pertama khususnya saya semakin sadar untuk menggunakan waktu sebaik mungkin untuk mendengar Dhamma baik ceramah master Cheng Yen ataupun ceramah dari para Bhikkhu agar batin kita menjadi tenang, damai dan memperoleh kebijaksanaan. Yang Kedua adalah betapa pentingnya bervegetaris atau minimal kita mau mengurangi memakan makanan dari produk hewani tetapi menggantinya dengan memakan makanan dari produk nabati sebagai bentuk kepedulian kita terhadap keselamatan bumi dan untuk menghargai betapa begitu berharganya kehidupan ini. Kenapa kehidupan ini begitu berharga khususnya kehidupan para binatang. Karena para binatang sesungguhnya juga menginginkan kehidupan, menginginkan kebebasan dan kedamaian sama seperti kita manusia. Yang ketiga adalah selain menghargai kehidupan sekecil apapun kehidupan tersebut adalah, kita juga harus menghargai kehidupan yang kita miliki, dengan banyak melakukan perbuatan baik yang bermanfaat bagi banyak orang, entah itu perbuatan baik sekecil apapun bentuknya, misal memberikan dorongan semangat kepada orang yang sedang didera kesulitan hidup, itupun suatu bentuk perbuatan bajik dan merupakan bentuk penghargaan terhadap kehidupan yang kita miliki, karena kita tidak melalui kehidupan ini dengan sia-sia, tetapi berusaha menjadi manfaat bagi makhluk lain. Saya akan coba share Video mengenai hewan yang sesungguhnya juga sama seperti kita manusia menginginkan kehidupan yang bahagia, begitu juga mereka menginginkan kebahagiaan.
Video ini tidak saya own dan saya hanya share dengan tujuan memberikan pengertian bahwa sesungguhnya kita dan hewan pun menginginkan kehidupan yang bahagia bebas dari penderitaan.

Saya sendiri belum menjadi seorang vegetarian yang murni dan dalam menjalaninya pun kadang masih bolong-bolong, karena saudara saya tidak ada yang bervege di rumah kami, tetapi sejak mengikuti Training Relawan tersebut, ada niat sedikit demi sedikit untuk bervegetarian, mengurangi makan daging dengan tujuan agar semakin sedikit hewan yang disembelih dan mengurangi perbuatan buruk yang terjadi atau meredam karma kolektif yang sedang terjadi saat ini, sehingga Pandemik ini segera berakhir. Ya itulah sedikit cerita Training Relawan Tzu Chi di masa Pandemi Covid-19 yang membuat saya semakin tersadarkan untuk giat bervegetaris untuk menyelamatkan Bumi, sebagai bentuk penghargaan terhadap kehidupan sekecil apapun dan semakin giat untuk mengembangkan kebijaksanaan melalui mendengar Dharma serta melakukan perbuatan baik yang tentunya dilandasi dengan kebijaksanaan.

Sebagai penutup, saya share juga video dari Bhante Santacitto mengenai betapa binatangpun sesungguhnya menginginkan rasa nyaman, rasa damai tanpa ada gangguan, tetapi karena Manusia selalu ingin memuaskan nafsu keinginannya terhadap binatang, maka dengan tanpa memikirkan bahwa sebetulnya binatang juga memiliki perasaan layaknya manusia, yaitu perasaan mendasar ingin kehidupan yang bebas dari penderitaan dan gangguan-gangguan dari luar, Manusia terus memakan makanan dari produk hewani. Jujur kembali lagi mengapa saya bercerita ini bukan berarti saya sombong sudah menjalani kehidupan bervegetarian, saya belum sama sekali bervegetarian hingga detik ini saya menulis cerita ini, hanya saja ada keinginan niat untuk menjadi seorang Vegetarian dan masih mencobanya terus hingga saat ini. Tapi kemudian yang muncul dari dalam batin saya ketika melihat hewan adalah batin yang penuh Metta (Cinta Kasih) dan Karuna (Kasih Sayang) terhadap mereka, bila dulu saya ingat waktu kecil suka memainkan semut-semut kecil dan memasukannya kedalam ember kemudian saya lemparkan petasan kecil kedalam ember yang berisi semut, bila saya ingat saya pernah melakukan hal tersebut waktu kecil, adalah karena saya belum mengembangkan Metta dan Karuna terhadap mereka. Namun jika kita bisa mengembangkan Metta dan Karuna terhadap binatang dan semua makhluk hidup khususnya, saya meyakini bahwa Dunia ini bisa menjadi aman dan damai, jauh dari pertikaian dan peperangan. Berikut adalah Video tersebut.


Semoga Pandemik Covid-19 segera berakhir, semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan dan dapat menjalani kehidupannya dengan baik.
Semoga jasa-jasa kebajikan ini mengkondisikan bagi kedua orang tuaku, sanak saudara yang telah tiada, para leluhur dan semua makhluk, Semoga Semua Makhluk Berbahagia.

Gan En

Sx. Yosep Cahyadi


Sabtu, 18 Juli 2020

Post Pertama di Tahun 2020 "Belajar ke dalam Diri"

Ini post atau cerita pertama saya di Tahun 2020, tentunya banyak sekali kegiatan yang telah berlalu yang saya lewati dan belum saya sempat abadikan kedalam sebuah tulisan. Tetapi saya akan coba menulis dengan tema "Belajar ke dalam Diri"

Beberapa waktu lalu tepatnya tanggal 18 Desember 2019 sampai dengan 05 Januari 2020 saya mengikuti Program Pabbajjā Sāmanera Umum LXXXIII Saṅgha Theravāda Indonesia di Wisma Vipassana Kusalacitta - Kota Bekasi. Alasan saya mengikuti Program Pabbajja Samanera ini adalah untuk berbuat kebajikan yang kemudian saya limpahkan jasa-jasa kebajikan tersebut kepada mendiang ayah dan ibu saya. Saat itu ketua Pabbajja Samanera Sementara, Bhante Senajayo menjelaskan bahwa menjalani kehidupan sebagai seorang Pabbajita yang meskipun hanya sementara adalah sesuatu yang luhur dan merupakan perbuatan yang baik, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjadi seorang Pabbajita. Bhante Sri Pannavaro MT  disaat penahbisan Samanera juga mengatakan inilah saatnya bagi kalian yang mengikuti Program Samanera Sementara untuk melatih kedalam diri dan berkonsentrasilah, bagilah jasa-jasa kebajikan ini kepada ayah, ibu dan para leluhur.

Bagi saya menjadi seorang Pabbajita yang meskipun hanya selama dua minggu saja, merupakan suatu yang sungguh tak terlupakan didalam batin saya, karena selama dua minggu itu saya banyak merenung khususnya merenungi 3 corak umum pada Ajaran Buddha, yaitu Anicca, Dukkha dan Anatta. Bahwa segala sesuatu tak ada yang harus dilekati, semuanya akan berubah, segala sesuatu janganlah bersenang-senang terlalu dalam, juga jangan terlalu begitu bersedih, karena segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal, terus berubah, timbul dan tenggelam. Begitu juga kalau kita sedang menghadapi Dukkha, segala sesuatu yang tidak memuaskan adalah harus kita sadari dengan penuh perhatian, dengan penuh cinta kasih, bahwa Dukkha itu adalah wajar, penderitaan itu adalah pasti, tapi jika kita mau menerima kenyataan sebagaimana adanya, Dukkha itupun bisa membawa guna bagi kita, adalah kita bisa menjadi lebih kuat ketika didera sebuah masalah. Bukankah kita lahir kedunia ini tidak luput dari sebuah masalah???. dan Anatta adalah tanpa inti, bahwa tidak ada aku yang sebenarnya, kita tidak bisa mengatur aku ini sebagaimana yang kita inginkan, karena diri ini yang sesungguhnya terdiri atas 5 kelompok kehidupan (batin dan jasmani) juga terus berubah dan tidak kekal.

Ketika proses penahbisan, Bhante Sri Pannavaro menyebutkan kata-kata yang diulangi oleh peserta Pabbajja Samanera Sementara, kata-kata itu adalah kata-kata perenungan bagian-bagian tubuh, dimana berikut adalah kata-katanya :
KESĀ : Rambut kepala,  TACO : Kulit, LOMĀ : Rambut badan,  DANTĀ : Gigi, NAKHĀ : Kuku 
Kata-kata tersebut diucapkan saat proses penahbisan dengan tujuan agar para calon samanera melihat sebagaimana adanya bagian-bagian tubuh tersebut, yang dikatakan indah juga, kalau tidak dirawat akan menjadi kotor, maka itulah saya belajar dengan merenungi bagian-bagian tubuh tersebut bertujuan agak kita tidak melekat dengan bagian-bagian tubuh tersebut, dengan demikian kita dapat meredam hawa nafsu atau nafsu keinginan.

Selama dua Minggu megikuti kegiatan Pabbajja Samanera, kegiatan yang saya lakukan dari pagi hingga malam adalah pada pukul 04.00 pagi kami sudah harus bangun, mencuci muka sejenak untuk menyegarkan badan, lalu pergi ke Dhammasala untuk bermeditasi, Chanting pagi dan mendengar Dhammadesana dari Bhante Viryadaro. Kemudian setelah itu kami makan pagi pada pukul 07.00 pagi dan dilanjutkan dengan membersihkan bagian-bagian pada Vihara secara berkelompok dan setelahnya dilanjutkan Mandi pagi. Pukul 09.00 pagi kamu harus sudah kembali ke Dhammasala untuk berlatih meditasi hingga pukul 11.00 siang dilanjutkan berpindapata, menerima dana makan dari umat, kemudian makan siang hingga pukul 12.00. Pukul 12.00 hingga 13.30 kami gunakan untuk beristirahat atau mencuci jubah dan saya sendiri juga menggunakan pada waktu itu untuk membaca buku dhamma. Kemudian sekitar pukul 13.30 kami harus pergi ke kelas untuk belajar Dhamma yang diajarkan oleh Guru Pembimbing hingga sore hari pada pukul 17.30. Pukul 17.30 hingga 19.00 kami gunakan untuk mandi sore. Pukul 19.00 kami berlatih meditasi kembali, chanting malam dan mendengar Dhammadesana, berdiskusi Dhamma dan terkadang kami juga menonton film Dhamma hingga pukul 21.00 dan setelahnya dilanjutkan istirahat malam. Seperti itulah kegiatan yang saya bersama teman-teman Pabbajja lainnya lakukan selama dua minggu. Sungguh banyak pelajaran yang saya pelajari yang merasuk kedalam batin saya hingga hari ini.

Apakah pelajaran yang saya renungi hingga hari ini, yang merasuk di dalam batin saya ?
Adalah bahwa kita belajar untuk tidak menjadi Congkak atau Sombong, karena pada saat menjadi Samanera, kebutuhan pokok kita disokong oleh umat.
Adalah kita merenungi bahwa makan sesungguhnya bukanlah untuk memenuhi kesenangan indria, tetapi makan hanyalah sekedar untuk mempertahankan tubuh ini dari rasa lapar dan sakit.
Adalah kita belajar untuk selalu memiliki pengendalian diri terhadap segala macam perilaku yang dilakukan melalui pikiran, ucapan dan perbuatan.
Adalah kita agar selalu memiliki Perhatian Penuh yang dilandasi dengan Kebijaksanaan dalam setiap hal.
Adalah agar kita dapat terus melatih, menghayati, dan berpratik Dhamma dalam kehidupan sehari-hari, karena seharusnya kita sebagai seorang Buddhis meyakini bahwa Dhamma akan melindungi hidup ini dan semua makhluk.
Adalah agar kita untuk selalu menjada Sila, mejaga Moralitas, karena Sila adalah dasar agar hidup kita memperoleh kebahagiaan baik lahir dan batin.
Saya belajar bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya diperoleh dari batin yang sehat, pikiran yang jernih tanpa kebencian, keserakahan dan kebodohan batin. Meskipun seseorang memiliki harta yang banyak, namun dalam dirinya selalu muncul perasaan tidak pernah cukup, keserakahan mendera dirinya dan tidak memiliki kepedulian terhadap sesama, orang tersebut hanyalah bisa disebut kaya secara materi, namun belum bisa dibilang kaya secara batin. Tapi apabila ada orang yang hidupnya pas-pasan bahkan kekurangan, tapi dalam dirinya selalu disinari oleh cahaya cinta kasih, pikiran yang baik, ucapan yang baik dan perbuatan yang baik serta mau berbagi terhadap sesama, orang tersebut sesungguhnya adalah orang Kaya yang sesungguhnya.

ya itulah sepetik pelajaran yang saya dapatkan ketika mengikuti Program Pabbajja Samanera, yang meskipun saya hanya menjalaninya selama dua minggu, tetapi sungguh berarti dalam kehidupan ini. Saya mengucapkan anumodana kepada para Bhante yang terus membimbing saya dalam mengarungi kehidupan ini agar selalu sejalan dengan Dhamma. Berikut adalah foto-foto yang sempat diabadikan selama mengikuti program Pabbajja Samanera sementara.

Foto bersama setelah penahbisan Samanera

Sesaat menerima dana perlengkapan samanera dari pihak sponsor/keluarga


Foto bersama teman dan tetangga dari Tangerang



Dharmayatra di Candi Jiwa Batu Jaya - Karawang
Semoga juga bagi teman-teman yang belum mengikuti program Pabbajja Samanera, dapat mencoba meluangkan waktu untuk mengikutinya. Syaratnya tidak harus seorang Buddhist, yang penting memiliki kemauan dan niat yang luhur untuk melatih kedalam diri, menjadi seorang pribadi yang lebih baik dalam hal berperilaku kelak ketika kita kembali menjadi umat awam, apalagi jika ada yang mau melanjutkan kesamanaannya, wah sungguh merupakan niat yang luhur.

Semoga jasa-jasa kebajikan yang kita perbuat dapat mengkondisikan kebahagiaan bagi ayah, ibu, sanak saudara dan para leluhur dan semua makhluk hidup, Semoga usaha luhur ini dapat menjadikan diri kita kedepannya menjadi pribadi yang terus menghayati dan berpraktik Dhamma, semoga kita semua memperoleh kemajuan dalam Dhamma, semoga para Bhante selalu maju dalam Dhamma dan Vinaya. 
Akhir cerita saya ucapkan "Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta" Semoga Semua Makhluk Berbahagia".

Yosep Kurnia Cahyadi.



Senin, 16 Desember 2019

3 Hal yang wajib dilakukan setelah Orang Tua meninggal

Bangun jangan lengah
tempuhlah kehidupan dengan benar
barang siapa menempuh hidup dengan benar
Ia akan berbahagia baik di kehidupan ini dan di kehidupan yang akan datang

-Buddha-

Begitulah sabda Sang Buddha agar kita semua dapat menempuh hidup ini dengan benar, menjauhi cara-cara hidup yang salah dan perbuatan yang buruk agar di kehidupan yang sekarang kita jalani kita bisa berbahagia, sebagai bekal untuk di kehidupan yang akan datang.

Setelah wafatnya kedua orang tua saya dalam 2 tahun terakhir, saya semakin giat belajar Dhamma, giat untuk menyelaminya, giat untuk mempraktekannya. Dalam tahun 2019 ini saja saya sudah mengikuti tiga kali kursus dasar Agama Buddha untuk menambah pengetahuan Dhamma dan yang terakhir saya mengikuti Kursus Dasar Dhammaduta. Mandat mendiang ibulah yang membuat saya mau menyelami dan menjadi seorang Dhammaduta. Mendiang ibu berkata kepada saya beberapa bulan sebelum beliau wafat, agar saya giat belajar Dhamma dan dapat aktif di kegiatan keagamaan. Entah mengapa tahun 2019 adalah tahun yang begitu sibuk bagi saya, hampir setiap minggu selalu ada kegiatan yang lebih banyak mengarah pada kegiatan sosial dan kerelawanan. Dan ada saya jalinan jodoh dengan orang-orang baik yang mengajak saya untuk berbuat baik, mulai dari ikut kegiatan Komunitas OTR, ikut kegiatan Tzu Chi, pendampingan anak kanker, sampai gabung ke wadah Dhammaduta Muda Dasa Paramita. 

Kadang saya menangis di tengah malam, jika ingat pada mendiang Ibu dan Ayah. Saya juga bertanya kepada diri saya, kenapa saya tidak giat mempelajari Dhamma , disaat beliau masih hidup, tentu beliau akan senang jika melihat saya seperti itu. Tetapi kemudian saya berpikir, jika saya berpikir seperti itu batinku akan semakin merosot, kemelekatan akan keluarga akan semakin membuatku menderita. Justru aku masih punya beberapa kewajiban sebagai anak meskipun kedua orang tuaku sudah tiada. Pada Sigalovada Sutta, dikatakan bahwa apabila orang tua sudah meninggal, masih ada kewajiban yang harus dilakukan seorang anak, yaitu Menjaga warisan/harta orang tua agar pantas digunakan dan tidak dihambur-hamburkan, menjaga nama baik atau kehormatan keluarga dan yang terakhir adalah giat melakukan pelimpahan jasa atau Patidana kepada Mendiang serta sanak keluarga dan para leluhur.

1. Menjaga Warisan / Harta orang tua.
Jagalah warisan / harta orang tua dengan baik, jangan dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak pantas, misalnya dihambur-hamburkan untuk kesenangan duniawi. Sebaiknya harta tersebut dijaga dan bisa digunakan untuk hal-hal yang bersifat penting dan lebih bagus jika disisakan untuk berbuat kebajikan kepada sesama, seperti berdana kepada Sangha dan Vihara.
Justru Harta yang paling berharga yang orang tua saya wariskan kepada saya bukanlah harta dalam bentuk uang atau bangunan, melainkan mendiang ayah mewariskan saya banyak buku Dhamma yang membuat saya baru tahu bahwa ayah senang membaca buku Dhamma, meskipun tidak pernah sekalipun ayah meminta saya untuk membaca buku Dhamma atau bahkan mengajari saya membaca Paritta. Ibu mewariskan saya cinta kasih yang tulus yang tidak tega melihat orang susah dan mau menolong siapapun.

2. Menjaga Kehormatan / Nama Baik Keluarga.
Seorang yang sudah tidak memiliki ayah / ibu atau keduanya, wajib menjaga nama baik atau kehormatan kedua Orang Tuanya dengan menjaga perilaku dan tata susilanya didalam pergaulan. Dan hal tersebut bisa dilakukan dengan merawat dan melaksanakan Sila. Didalam Mangala Sutta dikatakan :
VINAYO CA SUSIKKHITO / Terlatih Baik dalam Tatasusila
SUBHASITA CA YA VACA / Ramah Tamah dalam Ucapan
Maka dari itu seorang anak wajib menjaga nama baik kedua orang tuanya dengan memiliki pengendalian diri dari hal-hal buruk dan selalu berbicara yang ramah dan memilki kesopanan kepada siapa saja khususnya terhadap orang yang lebih tua.

3, Melakukan Pelimpahan Jasa / Patidana.
Seorang anak yang sudah tidak memiliki orang tua, wajib melakukan pelimpahan jasa kepada mendiang orang tuanya sebagai wujud bakti kepada mereka. Dengan harapan agar apabila orang tuanya terlahir di alam-alam rendah dapat mengetahui perbuatan baik yang dilakukan oleh si anak, sehingga orang tuanya menjadi berbahagia dan dikemudian dapat terlahir di alam-alam bahagia.
Melakukan pelimpahan jasa bisa dilakukan dimana saja dan setiap hari, Saat kita melakukan perbuatan baik, seperti berdana, pelepasan makhluk hidup dan bahkan saat membacakan Paritta suci dan bermeditasi, setelahnya kita dapat membacakan Paritta Patidana yang diarahkan kepada mendiang.

Nah, ketiga hal itu wajib dilakukan apabila salah satu atau kedua orang tua kita telah tiada. Saran saya bagi yang belum bisa melepas kepergian orang tua adalah hanya dengan melepas dan mengurangi kemelekatan kita kepada mereka, karena percuma saja kita terus menerus menangisi kepergian mereka, yang ada kita hanyalah memupuk karma buruk dan membuat mereka menjadi tidak bahagia pada kehidupan yang sedang mereka jalani. Yang hanya bisa kita lakukan hanyalah menerima karma kita dan terus melanjutkan hidup. Bangun dan jangan lelah, maksudnya adalah bangun dari kegelapan batin yang menghinggapi kita, toh pada dasarnyan semua makhluk akan mengalami kelapukan. Jangan Lengah, maksudnya adalah jangan lengah pada segala macam perbuatan buruk, baik melalui pikiran, ucapan ataupun perbuatan.

Selagi masih hidup, manfaatkanlah kehidupan kita dengan hal-hal yang baik & berguna yang membawa kita kepada kebahagiaan. Justru dengan hanya mengeluh, menyesali yang telah berlalu dan malas-malasanlah yang akan membuat batin kita tidak berkembang, malah semakin mandek !.




Entri yang Diunggulkan

Kesehatan Jasmani dan Kecencerungan Kriminal

Kesehatan Jasmani dan Kecenderungan Kriminal  dikutip dalam buku "Bagaimana Mengatasi Kesulitan Anda" Karangan Ven.K.Sri Dham...