Hidup terus berubah, sadar atau tidak disadari, ingin atau tidak diinginkan, harap atau tidak diharapkan....Hidup terus berlanjut, hidup terus berputar, seiring dengan hukum perubahan yang mengaturnya. Aku yang dulu tentu berbeda dengan aku yang sekarang. sederhananya jika dilihat secara biologis saja sudah pasti ada perbedaan. Itulah perubahan hidup yang sederhana, ada lagi perubahan yang jauh lebih bermakna selain melihat tumbuh kembangnya tubuh ini adalah perubahan sikap mental dan spiritual yang menopang batin ini agar terbebas dari penderitaan. Sejatinya manusia selalu menginginkan yang indah-indah, yang enak-enak, tidak menginginkan kesedihan datang dan malah berusaha menutupi perubahan kehidupan yang berkonteks negatif dengan kesenangan duniawi. Kamaraga atau nafsu indrawi menghampirinya tiada henti dan tidak mau bertemu dengan yang menderita atau Dukkha. Sesungguhnya jika kita berlaku seperti itu sebelum penderitaan datang, sebetulnya kita sudah menderita.
Bhante Sri Pannavaro pernah mengatakan bahwa untuk menutupi atau menghapus penderitaan bukan menambalnya dengan kesenangan atau kebahagiaan, namun dengan kita mengurangi penderitaan sedikit demi sedikit, maka kebahagiaan sejatinya akan datang karena pupusnya penderitaan itu. Kebahagiaan itu tidaklah kekal, kita harus mencari tahu akar penderitaan itu dan bukan memupuk akar itu dengan pupuk kebahagiaan yang akan terus berkeliaran dalam lubang samsara, tetapi pupuklah akar itu dengan pengertian yang benar. Dengan pengertian yang benar akan muncul Panna atau kebijaksanaan, dan apabila juga ditopang dengan pelaksanaan sila yang baik, maka penderitaan itu akan dengan sendirinya lenyap tanpa harus diminta.
Dalam Dhammapada ayat 277 - 279 yang saya renungi setiap saat, sejak ditinggal oleh mendiang ibu dan ayah, ini membuat saya semakin berusaha untuk memahami dhamma dengan sebaik-baiknya, saya tentunya tidak ingin membuat sia-sia telah dibesarkan oleh ayah dan ibu.
Semua yang merupakan perpaduan unsur tidaklah kekal
Orang yang memakluminya melalui kebijaksanaan,
Dia dapat mengatasi penderitaan
Inilah jalan menuju kemurnian sejati.
Semua yang merupakan perpaduan unsur tidaklah memuaskan.
Orang yang memakluminya melalui kebijaksanaan,
Dia dapat mengatasi penderitaan
Inilah jalan menuju kemurnian sejati.
Semua yang merupakan perpaduan unsur tak mempunyai diri.
Orang yang memakluminya melalui kebijaksanaan,
Dia dapat mengatasi penderitaan
Inilah jalan menuju kemurnian sejati.
dalam bahasa pali :
"Sabbe sankhara anicca" ti
yada pannaya1 passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya.
yada pannaya1 passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya.
"Sabbe sankhara dukkha" ti
yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya.
yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya.
"Sabbe sankhara anatta" ti
yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya.
yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa maggo visuddhiya.
Dhammapada (Maggavaggo ayat 277,278,279)
Jikalau kita memahami ayat-ayat dhammapada diatas mengenai Anicca, Dukkha, Anatta dengan pengertian yang benar, maka seharusnya kita tidak lagi diperbudak atau diperbodoh oleh batin yang terus berkeliaran kesana-kemari, ingin ini dan itu, kecewa karena tidak mendapatkan, bersedih karena kehilangan, benci karena dilukai atau ditipu, karena hal tersebut merupakan bagian dari Attha Loka Dhamma atau fakta / realita kehidupan yang harus dipahami.
Tulisan diatas ini merupakan rangkuman dari artikel-artikel dhamma yang saya dapatkan, juga pencerahan setelah kebaktian hari minggu kemarin di Vihara Dharma Subha yang dihadiri oleh YM, Bhante Upasanto.
Semoga setelah kita memahami attha loka dhamma atau delapan kondisi yang tak terpisahkan dari kehidupan ini (untung/rugi, kemasyuran/nama buruk, dipuji/dihina, suka dan duka), maka seharusnya manusia tidak lagi memberi makan batinnya dengan segala macam bentuk kesenangan, karena sesungguhnya kesenangan itu akan pudar seiring berjalannya waktu. Kesenangan yang menimbulkan perasaan bahagia itu tentu boleh-boleh saja, asal dilandasi dengan pengertian yang benar. Ada suatu ketika saya menghadiri atau istilahnya melayat ke rumah duka seorang sodara dari tetangga, saya ikut puja bakti perkabungan dan saya melihat pihak keluarga khususnya dari istri suami tersebut sangat bersedih dan terlihat tidak bisa menerima kematian sang suami, begitu juga dengan ayah dari mendiang Ilham hadiwinata, anak penyandang kanker darah yang saya dampingi ketika sebagai relawan paliatif kanker, lagi-lagi saya melihat kesedihan dan berlinangnya air mata si bapak yang tiada henti-hentinya, hal tersebut terjadi karena mereka semua tidak bisa menerima realita hidup yang sesunggunya terjadi pada kita semua. Saya tahu kesedihan mereka begitu mendalam, karena ketika ibu saya meninggal, kesedihan pun menimpa diri saya begitu berat dan perasaan bersalah tak kunjung hilang begitu saja. Tapi kemudian saya berlatih bermeditasi, mulai rajin pergi kebaktian mendengarkan dhamma dan terlebih mulai sering membaca buku-buku dhamma peninggalan mendiang ayah saya. Saya mulai menyadari bahwa kesedihan itu akan muncul seiring kita tidak dapat menerima dan memahami perubahan hidup, karena segala bentuk penyesalan itu tiada guna, meratapi yang sudah berpisah pun tiada arti, teruslah melangkah untuk menuju kebahagiaan sejati.
Perubahan hidup itu sejatinya berat, yang diatas tentu janganlah tinggi hati, yang dibawah tentu janganlah rendah diri, karena dunia terus berputar. Ada kala kita diatas, tapi tetaplah tegar ketika perubahan itu menghampiri kita, dan ada kalanya yang dibawah bisa mendapatkan keadaan yang lebih baik, tentu janganlah sombong dan tinggi hati. Sinkronisasi dan sinergi antara semua makhluk sejatinya dibutuhkan untuk membuat dunia ini lebih damai. Tentu Dhamma adalah penuntun jalan saya, obat dari bentuk penderitaan dan samsara di dunia ini. Semoga kita semua dapat menjalankan sila dengan baik bagi yang beragama Buddha, bagi yang tidak beragama Buddha, tentu semua agama mengajarkan kebaikan, yaitu menciptakan cinta kasih yang universal...karena dengan cinta kasih, kehidupan akan menjadi tenteram.
Sadhu sadhu sadhu
17 April 2019
Kurnia Yosep Cahyadi
"AKU INSAN BIASA"
"AKU INSAN BIASA"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar