Sulap memang sebuah seni yang bisa membuat semua orang mengalami berbagai macam emosi, ketika melihat pertunjukan sulap, penonton ada yang tertawa lucu karena aksi si pesulap yang bisa melucu, ada yang terheran-heran, bingung dan takjub dan bertanya-tanya "kok bisa gitu ya???", tetapi dari sekian banyak emosi yang terkumpul, hanya satu kesimpulan yang bisa diutarakan, yaitu para penonton yang menyaksikan sulap, semuanya menikmati dengan gembira, asalkan si pesulap memainkan sulapnya tidak fail alias gagal yang dikarenakan beberapa faktor, bisa saja karena faktor kurang persiapan atau latihan dan saya sebagai pesulap, jujur sering mengalami kegagalan dalam bermain sulap loh hehe. Tapi setiap kali saya gagal dalam menampilkan sulap, saya berusaha untuk tidak gugup atau grogi, tapi berusaha untuk tetap tenang, tetap menampilkan mimik muka yang gembira bak pesulap Pak Tarno yang selalu mengatakan "Prok Prok Prok Jadi Apa???". Kemudian dari kegagalan itu, saya tidak berhenti sampai disitu, saya terus berlatih dan berlatih agar kemampuan saya bermain sulap semakin terasah.
Ketika bermain sulap untuk anak-anak khususnya baik ketika sebagai penceramah ataupun hanya mengisi sulap disaat kegiatan Sekolah Minggu Buddhis, saya selalu berusaha untuk tetap tenang bak layaknya sedang menyampaikan Dhamma. Karena menurut saya Seni Sulap bisa digunakan sebagai media untuk penyampaian Dhamma dan berlaku untuk semua umur dari balita sampai manula, semua bisa menikmati sulap dengan wajah yang gembira. Dan kembali lagi karena ketika saya memainkan sulap kepada anak-anak Sekolah Minggu Buddhis adalah sebagai media untuk penyampaian Dhamma, media untuk menanamkan Budi Pekerti, nilai-nilai Moralitas kepada anak-anak, maka dari itulah saya harus sangat berhati-hati dalam memainkan sulap dihadapan mereka. Saya harus berhati-hati dalam memilih kata-kata, memilih cerita atau plot dalam bermain sulap, dan berhati-hati dalam memainkan jenis atau media sulap yang akan dipertunjukkan. Misalnya ketika memainkan sulap dihadapan anak-anak SMB saya tidak menggunakan media yang berbahaya seperti api atau benda tajam yang berbahaya, tidak juga memainkan trik sulap yang dianggap berbahaya karena takut ditiru oleh anak-anak SMB khususnya yang masih usia balita/TK. Yang paling penting adalah setiap bermain sulap, saya akan selalu menjelaskan nilai-nilai moral yang bisa diambil dari permainan sulap tersebut, agar anak-anak tidak hanya menikmati pertunjukan sulap tetapi juga bisa belajar Dhamma dari sulap tersebut.
Jean-Eugene Robert-Houdin (1805-1871), pesulap Perancis tersohor yang oleh dunia sulap diakui sebagai Bapak Sulap Modern, mengatakan "A magician is an actor playing the part of magician" yang artinya Pesulap adalah seorang aktor yang berperan sebagai pesulap. Kalimat tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang memainkan sulap sebetulnya hanyalah memainkan sebuah peran dan mempertunjukkan kemampuan sulapnya agar dapat memukau penonton. Pada kenyataannya kami para pesulap tidak benar-benar melakukan hal-hal yang gaib, karena semua sulap memiliki trik atau rahasia pada sulapnya, namun agar sulap yang dimainkan tersebut terlihat spesial, berbeda dan memukau, tentunya kami harus memainkan sebuah peran yang bisa dilihat melalui gerakan tangan, mimik wajah dan suara. Media sulap begitu banyak baik yang bisa dibeli di pasaran maupun alat sulap yang dapat dibuat sendiri, setiap orang bisa memainkan sulap, tetapi cara penyampaian sulap setiap orang tentu berbeda-beda, maka itu diperlukan latihan memainkan alat sulat dan berlatih seni peran agar menjadi pesulap yang handal dan menarik di mata penonton. Seorang pesulap harus selalu berusaha untuk menghibur penonton dan bersikap rendah hati alias tidak sombong atas keterampilan sulap yang dimainkan olehnya, karena kesombongan si pesulap bisa menjadi bumerang bagi dirinya bilamana ia melakukan kesalahan dalam bermain sulap. Saya sendiri tidak selalu lancar loh dalam memainkan sulap, kadang ada saja gimmick sulap yang tiba-tiba gagal atau mengalami kendala, tetapi kembali lagi bila itu terjadi, saya selalu mengusahakan agar tetap tenang dan tersenyum hehe, karena saya selalu mengingatkan motivasi saya bermain sulap adalah untuk menghibur orang, jadi tetap tidak boleh menyerah dan terus berlatih dan berlatih.
Saya mempertunjukkan sulap pertama kali justru pada saat mengisi sekolah minggu di Vihara Windu Paramita, Parung Panjang-Bogor. Saat itu saya berpikir alangkah menariknya bila sekolah minggu tidak hanya diisi dengan bercerita dan aktivitas, tetapi bila ada sulapnya pasti akan jauh lebih menarik. Saya sendiri memainkan sulap di SMB terinspirasi dari seorang Penceramah Buddhis yang sudah banyak berkontribusi bagi perkembangan Dhammaduta Muda khususnya di Tangerang, ia adalah Ko Litar Suryadi. Awalnya saya suka melihat Ko Litar memainkan sulap ketika mengisi SMB di Channel Youtube dan itu membuat saya terpikir juga untuk memainkan sulap saat mengisi SMB. Akhirnya sulap yang pertama kali saya mainkan adalah sulap Tali dan Bola yang meskipun bola tersebut sudah diikat oleh tali, tetapi bola tersebut masih bisa lepas, saya selalu menjelaskan bahwa bola tersebut adalah kita manusianya dan talinya adalah tali kemalasan, maka dari itu kita harus lepaskan diri kita ini dari rasa malas dan giat bersemangat untuk Sekolah Minggu. Sebelumnya memang saya sendiri suka dan hobi dengan sulap, hanya saja hobi hanyalah sebatas hobi yang dimainkan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi belum pernah dimainkan kepada penonton dalam jumlah yang banyak. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi dalam bermain sulap.
Genre (aliran) atau jenis sulap juga beraneka macam, ada sulap angka (matematis), sulap mentalis, sulap ilusi (illusionist), Close Up Magic, sulap Kartu (Cardician), Classic Magic, dan lain sebagainya. Saya sendiri selama ini lebih menyukai aliran Classic Magic atau Deddy Corbuzier menyebutnya sebagai Traditional Magic.
Traditional Magic adalah aliran sulap yang mengandalkan kecepatan tangan daripada berbicara dengan menggunakan media sulap seperti tongkat, tali, topi dan kain. Contoh sulap traditional misal seperti menghilangkan kain, melepaskan tali dari ring, tongkat jadi bunga, tali jadi kain, dan lain sebagainya. Saya sendiri sangat mengidolakan Master of Traditional Magic Pak Tarno, makanya sebagian besar sulap yang saya mainkan lebih banyak bergenre sulap tradisional seperti yang beliau mainkan. Meskipun saya juga suka menggabungkan berbagai macam aliran sulap kedalam satu pertunjukan sulap.
Setiap kali mengisi kegiatan SMB saya selalu menyelipkan sulap kepada anak-anak agar anak-anak semangat mengikuti jalannya SMB, melihat anak-anak tertawa, tersenyum dan gembira ketika saya memainkan sulap, membuat diri saya semakin semangat untuk berlatih sulap, mencari ide-ide sulap yang akan dimainkan, tentunya ide-ide tersebut saya dapatkan dari youtube, internet, buku sulap dan dari teman-teman sesama pesulap. Berikut dibawah ini adalah foto-foto saya saat mengisi Sekolah Minggu Buddhis bersama sesama penceramah Buddhis, yaitu Ko Pendi yang tergabung di Group Dasa Paramita Kab. Tangerang.
Sam Kaw Bio - Barengkok
Vihara Windu Paramita - Parung Panjang
Vihara Siripada - Serpong (SMB Remaja)
Vihara Siripada - Serpong (SMB TK)
Foto diatas adalah beberapa foto ketika saya mengisi SMB dengan media sulap dan diabadikan sebelum Pandemik Covid-19 terjadi. Saat Pandemik Covid-19 masih belum selesai, mau tidak mau kegiatan pembelajaran baik di Sekolah maupun Sekolah Minggu harus dilakukan secara daring dan saya juga aktif mengisi sulap untuk SMB Online Se-indonesia. Karena ini adalah SMB Online Se-Indonesia, maka dari itu saya harus sangat berhati-hati dalam memainkan sulap karena ditonton oleh anak-anak sekolah minggu diseluruh Indonesia. Sulap yang saya mainkan tidak selalu berjalan mulus, ada saja kendala entah karena gugup hehe dan juga salah memilih media sulap, meskipun sejauh ini saya masih diminta mengisi sulap untuk SMB Online hehe. Semua itu saya lakukan tanpa pamrih demi anak-anak SMB, agar mereka jangan sampai tidak sekolah minggu karena Covid-19, meskipun pandemik ini belum selesai, tetap jangan sampai anak-anak tidak belajar Dhamma, karena Dhamma adalah yang kelak akan menuntun dan melindungi mereka agar dijalan yang benar dan tidak melakukan cara hidup yang jauh dari nilai-nilai Dhamma. Karena jujur sewaktu kecil orang tua saya tidak rutin mengajak saya untuk pergi sekolah minggu, orang tua saya adalah tipe orang tua yang mengajarkan anaknya lewat praktek dan bukan secara teori, maka dari itu mungkin saya suka aktif di kegiatan sosial, namun saya belum memiliki kebijaksanaan, padahal Dhamma adalah ajaran yang akan membuat kita menjadi lebih bijaksana. Saya belajar Dhamma secara lebih mendalam baru diusia 25 tahun ketika saya di Visudhi Upasaka/Upasika di Vihara Sasana Subashita - Kota Tangerang tahun 2016, meskipun sejak kuliah saya aktif mengajar kursus bagi anak asuh Vihara Nimmala. Terlebih sejak ditinggalkan oleh kedua orang tua untuk selama-lamanya, saya giat mendalami Dhamma, kenapa ? karena saya mengalami bahwa Dhamma membuat batin saya menjadi lebih tenang, bahagia dalam melepas, bahagia dalam penyepian, khususnya bahagia dalam berbuat baik tanpa keakuan.
By the way teman-teman mau lihat aksi saya bermain sulap di SMB Online Se-Indonesia yang diselenggarakan oleh beberapa SMB Vihara, yaitu SMB Vihara Siripada - Tangerang, SMB Vihara Dhamma Metta - Jember, SMB Vihara Dhamma Harja - Banyuwangi, SMB Vihara Dhamma Sabha - Tangerang, SMB Vihara Punna Karya - Tangerang, SMB Vihara Sasanadipa - Makassar, SMB Vihara Numbay Santijaya - Papua dan para anak-anak SMB dari berbagai wilayah di Indonesia. yuk mari kita lihat aksi Koko Paman Gajah dalam bermain sulap, maaf ya kalau gak lucu dan ada yang failnya hehe, saya masih terus belajar agar bisa terus menghibur adik-adik semua. Video tersebut merupakan cuplikan sulap dari SMB Online Se-indonesia yang diposting di Akun Youtube Dhamma Metta Jember dengan link : https://www.youtube.com/channel/UCPwCeQTTZD8oHkcqVpRYB-g
Apabila teman-teman masih mau melihat aksi saya bermain sulap, jangan lupa ya silahkan subcribe akun youtube Dhamma Metta Jember, Sekolah Minggu Online Se-Indonesia ada setiap hari minggu pukul 09.00 - 11.00 dan live di Youtube dan Zoom. Dari SMB Online Se-Indonesia ini juga saya dapat mengenal seorang pemerhati SMB yang memiliki rekor MURI, dia adalah Ko Hendry Filcozwei Jan yang juga seorang Pesulap loh, beliau sempat mengisi SMB dengan tema "Jangan Bergaul dengan Orang Jahat (Dhammapada 78) dan saya juga membantu untuk mengisi sulap pada sesi sulap waktu itu. Asyik kan teman-teman apabila Sekolah Minggu Buddhis dapat disampaikan melalui media sulap. Sulap adalah suatu seni yang bila dimainkan dengan hati yang tulus, niat yang luhur dan penuh cinta kasih akan memberikan efek yang dasyat bagi yang menontonnya, tapi memang sulap memiliki beberapa pro dan kontra pastinya, maka dari itu kita harus tetap bijak dalam memilih materi sulap yang akan dimainkan, agar sulap tersebut tetap memiliki sisi positifnya dan siapapun yang melihat sulap tersebut orang tetap dapat mengambil suatu pelajaran yang berharga.
Semoga semakin banyak juga penceramah muda maupun yang senior dapat menggabungkan ceramah mereka dengan sulap agar diskusi Dhamma jadi menarik dan tidak bosan. Sulap tidak harus melulu menggunakan media yang ribet dan mahal, tetapi alatnya bisa kita buat sendiri dan juga dari media yang sangat sederhana, misalnya 2 buah karet, batang korek api, dan jari kita sendiri pun bisa menjadi media sulap. Apabila teman-teman mau menghubungi saya sekedar bertanya mengenai sulap untuk Sekolah Minggu, trik sulap, alat-alat sulap yang bisa dibuat dengan bahan-bahan sederhana, referensi buku sulap, saya sangat bersedia untuk membagikan ilmu sulap yang meskipun tidak banyak karena masih tahap proses belajar, sehingga kita bisa sama-sama belajar. Tujuannya untuk apa ??? tentu tujuannya adalah untuk menghibur orang, menghibur adik-adik sekolah minggu agar tetap semangat untuk belajar Dhamma dan membuat aktivitas belajar mengajar di sekolah minggu menjadi lebih interaktif, menarik dan tidak membosankan.
Akhir kata semoga cerita saya dapat bermanfaat bagi saudara/i yang membacanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar