Pikiran akan kontak dengan apa saja yang bisa kita pikirkan yang menimbulkan kesenangan, kenikmatan yang terus ingin dinikmati, dinikmati lagi, ingin dilunasi, dicicipi, itu menjadikan timbulkan nafsu keinginan dan muncul kemelekatan yang akan menyambung kehidupan yang serba menyakitkan ini. Kemelekatan ini membelenggu kita, kemelekatan yang menyebabkan kita tidak bebas. Saudara mungkin masih bisa bebas Saudara masih bisa memenuhi kemelekatan, ketagihan Saudara, tapi pada saat Saudara tidak bisa lagi mempunyai kesempatan untuk memenuhi tuntutan kemelekatan itu, saat itu Saudara akan merasakan kesengsaraan yang luar biasa. Betapa bahagianya orang yang tidak melekat !
Lalu apa yang menjadi persoalan utama ? Berhati-hatilah, waspadalah Saudara pada saat keenam indria Saudara kontak dengan sasarannya. Kalau mata, telinga, hidung, mulut, tubuh, pikiran Saudara kontak cobalah berusaha kontak dengan wajar, melihat sebagaimana adanya dan bila pada saat kontak itu muncul, muncul kesadaran, maka Saudara akan menjadi orang yang bahagia. Kontak ini tidak akan membuahkan suatu ikatan yang baru. Inilah sesungguhnya meditasi yang seharusnya kita latih, bukan hanya setiap hari tapi setiap saat, setiap keenam indria kita kontak, karena itulah saat yang paling bahaya.
Dalam salah satu Dhammapada dikatakan, kalau ada orang yang bisa mengalahkan seribu musuh setiap hari, ia belum dapat disebut sebagai pahlawan besar, tapi bila seseorang yang bisa mengalahkan dirinya sendiri, barulah ia bisa disebut sebagai seorang pahlawan besar.
Mengapa kita mempunyai keenam indria yang membuat kita bisa kontak dengan dunia luar sehingga kita mempunyai nafsu keinginan yang ingin terus kita puaskan sampai timbullah kemelekatan, dan kemelekatan inilah yang memperpanjang proses kehidupan kita setelah kematian ?
Ini disebabkan karena ada jasmani dan batin, sehingga keenam indria kita bisa kontak dengan sasarannya masing-masing; seandainya hanya ada jasmani tidak ada batin, tidak mungkin bisa terjadi kontak.
Dan mengapa sampai ada jasmani dan batin ? jasmani dan batin ini muncul karena karma-karma kita yang lampau. Apa sebab kita membuat karma-karma yang tidak karuan, apa sebabnya kita melekat ? Kalau kita telusuri lebih jauh ? Akhirnya Sang Buddha menemukan jawabnya yaitu : Kebodohan.
Maka kewaspadaan akan menghantarkan kita pada kebebasan, alangkah bahagianya orang yang tidak terikat, mereka yang sudah merdeka, bebas, seperti layaknya orang yang sudah bangun diantara mereka yang masih bermimpi.
Sering kali uraian seperti di atas ini diterjemahkan secara salah, ada yang mengatakan bahwa, apabila sudah belajar agama orang akan menjadi malas, segan mencari mata-pencaharian, segan bersaing. Kalau Saudara setelah membaca uraian ini bersikap seperti itu, Saudara telah salah menterjemahkan uraian tersebut.
Jangan terikat, jangan melekat, tidak sama dengan jangan bekerja. Jangan terikat, jangan melekat, tidak sama dengan harap Saudara menganggur saja. Mari kita bekerja dengan giat, apakah kita sebagai kepala rumah tangga, ibu rumah tangga, pelajar, karyawan, wiraswasta, selesaikan tugas kita dengan sebaik-baiknya. Mari kita membuat rumah tangga kita lebih baik, lebih makmur, mari kita buat negara ini lebih maju.
Carilah sebanyak-banyaknya, carilah dengan mata pencaharian yang baik dan benar, berusaha bagaimana produksi ini lebih banyak lagi. Tapi yang menjadi persoalan jangan terikat pada semua itu. Kalau Saudara terikat, pada saat mengalami perubahan, Saudara akan menjadi orang paling sengsara. Kerjakanlah semua itu dengan penuh kebijaksanaan.
Kita siap maju, kita siap menjadi makmur, Saudara tidak dilarang untuk mencari uang sebanyak-banyaknya dengan cara yang baik dan benar, tapi jangan terikat, jangan melekat pada apa yang Saudara dapatkan. Kalau misalnya suatu saat family, kenalan Saudara sakit, membutuhkan... Saudara harus rela melepaskan itu... bantulah mereka sedapat mungkin.
Kita siap menjadi pemimpin, pengurus, ketua, direktur, manager, tapi jangan berkeinginan untuk terus selamanya memegangnya; suatu saat Saudara harus siap melepaskannya.
Mari kita berjuang, selama kita masih kuat, masih sehat, sesuai dengan bidang kita masing-masing. Berjuang mati-matian, hidup hemat, tidak berfoya-foya, belajar Dhamma, membuat kehidupan ini lebih tinggi, dan jangan lupa siap melepas setiap saat.
Sebagai umat Buddha kita harus menonjol, bukan menonjol dalam kekayaan tapi menonjol dalam hal melepaskan. Karena pada hakekatnya segala sesuatu termasuk badan jasmani ini sesungguhnya bukan milik kita, suatu saat kita harus melepaskannya untuk selama-lamanya. Inilah rahasia kehidupan kita.
Tidak ada alasan untuk memperbesar keserakahan. Kita bekerja mati-matian, mengumpulkan sebanyak-banyaknya dengan cara yang benar, bukan berarti kita serakah selama apa yang kita dapatkan itu rela kita lepaskan untuk kepentingan orang banyak. Dan itulah salah satu cara untuk menaklukan diri sendiri, kalau Saudara dapat menaklukan diri sendiri, maka Saudara adalah seorang pahlawan yang besar. Pandanglah kehidupan ini sebagai mana adanya, sewajarnya, dalam proporsi yang sebenarnya.
Sumber asli :
Kotbah Dhamma di Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya, 2 April 1989; di sadur oleh : Nani Linda, SH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar