Ini post atau cerita pertama saya di Tahun 2020, tentunya banyak sekali kegiatan yang telah berlalu yang saya lewati dan belum saya sempat abadikan kedalam sebuah tulisan. Tetapi saya akan coba menulis dengan tema "Belajar ke dalam Diri"
Beberapa waktu lalu tepatnya tanggal 18 Desember 2019 sampai dengan 05 Januari 2020 saya mengikuti Program Pabbajjā Sāmanera Umum LXXXIII
Saṅgha Theravāda Indonesia di Wisma Vipassana Kusalacitta - Kota Bekasi. Alasan saya mengikuti Program Pabbajja Samanera ini adalah untuk berbuat kebajikan yang kemudian saya limpahkan jasa-jasa kebajikan tersebut kepada mendiang ayah dan ibu saya. Saat itu ketua Pabbajja Samanera Sementara, Bhante Senajayo menjelaskan bahwa menjalani kehidupan sebagai seorang Pabbajita yang meskipun hanya sementara adalah sesuatu yang luhur dan merupakan perbuatan yang baik, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjadi seorang Pabbajita. Bhante Sri Pannavaro MT disaat penahbisan Samanera juga mengatakan inilah saatnya bagi kalian yang mengikuti Program Samanera Sementara untuk melatih kedalam diri dan berkonsentrasilah, bagilah jasa-jasa kebajikan ini kepada ayah, ibu dan para leluhur.
Bagi saya menjadi seorang Pabbajita yang meskipun hanya selama dua minggu saja, merupakan suatu yang sungguh tak terlupakan didalam batin saya, karena selama dua minggu itu saya banyak merenung khususnya merenungi 3 corak umum pada Ajaran Buddha, yaitu Anicca, Dukkha dan Anatta. Bahwa segala sesuatu tak ada yang harus dilekati, semuanya akan berubah, segala sesuatu janganlah bersenang-senang terlalu dalam, juga jangan terlalu begitu bersedih, karena segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal, terus berubah, timbul dan tenggelam. Begitu juga kalau kita sedang menghadapi Dukkha, segala sesuatu yang tidak memuaskan adalah harus kita sadari dengan penuh perhatian, dengan penuh cinta kasih, bahwa Dukkha itu adalah wajar, penderitaan itu adalah pasti, tapi jika kita mau menerima kenyataan sebagaimana adanya, Dukkha itupun bisa membawa guna bagi kita, adalah kita bisa menjadi lebih kuat ketika didera sebuah masalah. Bukankah kita lahir kedunia ini tidak luput dari sebuah masalah???. dan Anatta adalah tanpa inti, bahwa tidak ada aku yang sebenarnya, kita tidak bisa mengatur aku ini sebagaimana yang kita inginkan, karena diri ini yang sesungguhnya terdiri atas 5 kelompok kehidupan (batin dan jasmani) juga terus berubah dan tidak kekal.
Ketika proses penahbisan, Bhante Sri Pannavaro menyebutkan kata-kata yang diulangi oleh peserta Pabbajja Samanera Sementara, kata-kata itu adalah kata-kata perenungan bagian-bagian tubuh, dimana berikut adalah kata-katanya :
KESĀ : Rambut kepala, TACO : Kulit, LOMĀ : Rambut badan, DANTĀ : Gigi, NAKHĀ : Kuku
Kata-kata tersebut diucapkan saat proses penahbisan dengan tujuan agar para calon samanera melihat sebagaimana adanya bagian-bagian tubuh tersebut, yang dikatakan indah juga, kalau tidak dirawat akan menjadi kotor, maka itulah saya belajar dengan merenungi bagian-bagian tubuh tersebut bertujuan agak kita tidak melekat dengan bagian-bagian tubuh tersebut, dengan demikian kita dapat meredam hawa nafsu atau nafsu keinginan.
Selama dua Minggu megikuti kegiatan Pabbajja Samanera, kegiatan yang saya lakukan dari pagi hingga malam adalah pada pukul 04.00 pagi kami sudah harus bangun, mencuci muka sejenak untuk menyegarkan badan, lalu pergi ke Dhammasala untuk bermeditasi, Chanting pagi dan mendengar Dhammadesana dari Bhante Viryadaro. Kemudian setelah itu kami makan pagi pada pukul 07.00 pagi dan dilanjutkan dengan membersihkan bagian-bagian pada Vihara secara berkelompok dan setelahnya dilanjutkan Mandi pagi. Pukul 09.00 pagi kamu harus sudah kembali ke Dhammasala untuk berlatih meditasi hingga pukul 11.00 siang dilanjutkan berpindapata, menerima dana makan dari umat, kemudian makan siang hingga pukul 12.00. Pukul 12.00 hingga 13.30 kami gunakan untuk beristirahat atau mencuci jubah dan saya sendiri juga menggunakan pada waktu itu untuk membaca buku dhamma. Kemudian sekitar pukul 13.30 kami harus pergi ke kelas untuk belajar Dhamma yang diajarkan oleh Guru Pembimbing hingga sore hari pada pukul 17.30. Pukul 17.30 hingga 19.00 kami gunakan untuk mandi sore. Pukul 19.00 kami berlatih meditasi kembali, chanting malam dan mendengar Dhammadesana, berdiskusi Dhamma dan terkadang kami juga menonton film Dhamma hingga pukul 21.00 dan setelahnya dilanjutkan istirahat malam. Seperti itulah kegiatan yang saya bersama teman-teman Pabbajja lainnya lakukan selama dua minggu. Sungguh banyak pelajaran yang saya pelajari yang merasuk kedalam batin saya hingga hari ini.
Apakah pelajaran yang saya renungi hingga hari ini, yang merasuk di dalam batin saya ?
Adalah bahwa kita belajar untuk tidak menjadi Congkak atau Sombong, karena pada saat menjadi Samanera, kebutuhan pokok kita disokong oleh umat.
Adalah kita merenungi bahwa makan sesungguhnya bukanlah untuk memenuhi kesenangan indria, tetapi makan hanyalah sekedar untuk mempertahankan tubuh ini dari rasa lapar dan sakit.
Adalah kita belajar untuk selalu memiliki pengendalian diri terhadap segala macam perilaku yang dilakukan melalui pikiran, ucapan dan perbuatan.
Adalah kita agar selalu memiliki Perhatian Penuh yang dilandasi dengan Kebijaksanaan dalam setiap hal.
Adalah agar kita dapat terus melatih, menghayati, dan berpratik Dhamma dalam kehidupan sehari-hari, karena seharusnya kita sebagai seorang Buddhis meyakini bahwa Dhamma akan melindungi hidup ini dan semua makhluk.
Adalah agar kita untuk selalu menjada Sila, mejaga Moralitas, karena Sila adalah dasar agar hidup kita memperoleh kebahagiaan baik lahir dan batin.
Saya belajar bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya diperoleh dari batin yang sehat, pikiran yang jernih tanpa kebencian, keserakahan dan kebodohan batin. Meskipun seseorang memiliki harta yang banyak, namun dalam dirinya selalu muncul perasaan tidak pernah cukup, keserakahan mendera dirinya dan tidak memiliki kepedulian terhadap sesama, orang tersebut hanyalah bisa disebut kaya secara materi, namun belum bisa dibilang kaya secara batin. Tapi apabila ada orang yang hidupnya pas-pasan bahkan kekurangan, tapi dalam dirinya selalu disinari oleh cahaya cinta kasih, pikiran yang baik, ucapan yang baik dan perbuatan yang baik serta mau berbagi terhadap sesama, orang tersebut sesungguhnya adalah orang Kaya yang sesungguhnya.
ya itulah sepetik pelajaran yang saya dapatkan ketika mengikuti Program Pabbajja Samanera, yang meskipun saya hanya menjalaninya selama dua minggu, tetapi sungguh berarti dalam kehidupan ini. Saya mengucapkan anumodana kepada para Bhante yang terus membimbing saya dalam mengarungi kehidupan ini agar selalu sejalan dengan Dhamma. Berikut adalah foto-foto yang sempat diabadikan selama mengikuti program Pabbajja Samanera sementara.
Foto bersama setelah penahbisan Samanera
Sesaat menerima dana perlengkapan samanera dari pihak sponsor/keluarga
Foto bersama teman dan tetangga dari Tangerang
Dharmayatra di Candi Jiwa Batu Jaya - Karawang
Semoga juga bagi teman-teman yang belum mengikuti program Pabbajja Samanera, dapat mencoba meluangkan waktu untuk mengikutinya. Syaratnya tidak harus seorang Buddhist, yang penting memiliki kemauan dan niat yang luhur untuk melatih kedalam diri, menjadi seorang pribadi yang lebih baik dalam hal berperilaku kelak ketika kita kembali menjadi umat awam, apalagi jika ada yang mau melanjutkan kesamanaannya, wah sungguh merupakan niat yang luhur.
Semoga jasa-jasa kebajikan yang kita perbuat dapat mengkondisikan kebahagiaan bagi ayah, ibu, sanak saudara dan para leluhur dan semua makhluk hidup, Semoga usaha luhur ini dapat menjadikan diri kita kedepannya menjadi pribadi yang terus menghayati dan berpraktik Dhamma, semoga kita semua memperoleh kemajuan dalam Dhamma, semoga para Bhante selalu maju dalam Dhamma dan Vinaya.
Akhir cerita saya ucapkan "Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta" Semoga Semua Makhluk Berbahagia".
Yosep Kurnia Cahyadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar