Senin, 27 Juli 2020

Artikel Dhamma : Inginkah Hidup Lebih Baik? oleh : Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera Bag. 1

 Kalau kita mau mencoba merenungkan lebih dalam, sesungguhnya semua manusia mempunyai persoalan kehidupan yang sama. Tidak peduli apakah ia beragama Buddha atau beragama lain, ia bangsa ini atau bangsa itu. Persoalan ketidakpuasan, kegagalan, kesedihan, putus asa, kejengkelan, kemarahan, kebencian, bukan hanya persoalan umat Buddha saja. Persoalan ini adalah persoalan setiap orang, semua manusia. Demikian juga kerukunan, kesejukan hati, kebahagiaan, keberhasilan adalah harapan setiap orang. Bukan saja mereka yang mempunyai cita-cita hidup bahagia adalah keluarga yang harmonis, saling mengerti, bisa mengatasi kesulitan; tapi ini adalah harapan semua orang, harapan setiap orang, tidak peduli dia beragama apapun juga.
    Karena itu sangat benar bila Sang Buddha dalam khotbahNya yang pertama dalam Kesunyataan yang pertama mengatakan bahwa : Kehidupan ini adalah Dukkha. Kehidupan kita sekarang ini adalah kehidupan di mana kita harus berjuang dan berjuang untuk mencapai keadaan yang lebih baik lagi. Setiap orang mengakuinya walaupun tidak seterus-terang seperti Sang Buddha.
    Setiap orang, setiap agama meskipun secara tidak terus-terang mengakui bahwa kehidupan ini bukanlah kenikmatan yang tertinggi. Kehidupan ini bukanlah suatu puncak, bukan suatu keadaan yang sesuai dengan harapan kita. Memang banyak orang yang tanpa tedeng aling-aling menyatakan bahwa : 'Kehidupan ini adalah Dukkha, kehidupan ini adalah penderitaan'. Bagi mereka yang baru pertama kali belajar agama Buddha, sulit menerima pernyataan itu, bahkan sementara orang menilai bahwa agama Buddha ini agama yang 'pesimistis', suatu agama yang memandang bahwa hidup ini adalah penderitaan. Tapi mau mengakui atau tidak mau mengakui, kenyataan adalah kenyataan.
    Apa yang kita perjuangkan, kita usahakan; Saudara memeluk suatu agama, berjuang dengan sungguh-sungguh, memperjuangkan agar kehidupan lebih baik, lebih teratur. Sesungguhnya mau tidak mau mengakui, kehidupan ini adalah tidak memuaskan. Kalau Saudara Konsekwen, bahwa hidup ini adalah suatu puncak kebahagiaan, tentunya Saudara tidak perlu beragama lagi, tidak perlu berjuang dengan sengit, tidak perlu meningkatkan kehidupan Saudara lagi, karena beranggapan kehidupan Saudara sudah baik.
    Secara langsung atau tidak langsung, setiap orang tanpa kecuali mengatakan bahwa kehidupan ini bukan suatu tujuan, tetapi masih merupakan proses yang habis-habisan untuk mencapai suatu keadaan yang lebih baik, sehingga akhirnya mencapai suatu kebahagiaan sejati.
    Lalu mengapa kita harus menjalani kehidupan seperti ini, tunggang-langgang, pontang-panting, dengan segala macam suka-duka, kegagalan, keberhasilan, kekecewaan, kepuasan, dan sebagainya ?
    Persoalan kehidupan yang kita jalani, kita tanggung ini sebabnya adalah karena kita ini dilahirkan. Ini adalah jawaban yang paling jitu yang diberikan oleh Sang Buddha.
    Apa sebab kita ini dilahirkan ? Tidak mungkin sesuatu muncul dengan begitu saja, kalau segala sesuatu muncul dengan begitu saja tidak perlu kita bertanggung jawab.
    Kita dilahirkan karena kita terlalu cinta, kita melekat pada kehidupan kita ini. Mengapa kita bisa sampai melekat pada kehidupan kita ini ?
    Karena kita semua mempunyai nafsu keinginan. Nafsu keinginan itu yang menyebabkan kita melekat, ketagihan. Kita melekat pada suasana yang kita sukai, pada orang-orang yang kita cintai, pada jasmani kita, kebahagiaan kita; kita melekat pada kehidupan ini, walaupun kita mengatakan bahwa kehidupan ini sungguh membuat kita sengsara; tapi sebenarnya kita cinta pada kehidupan ini.
    Nafsu keinginan yang membuat kita melekat, melekat pada kehidupan ini sehingga pada saat kematian; kelahiran kembali akan terjadi kemudian.
    Mengapa kita sampai mempunyai nafsu keinginan, bisa timbul nafsu keinginan ? Karena kita punya perasaan, rasa itulah yang menimbulkan hawa nafsu. Timbul perasaan senang...Saudara ingin memiliki selamanya, kalau timbul perasaan tidak senang...Saudara akan menyingkirkannya habis-habisan. Hawa nafsu itulah yang membuat kita melekat pada apapun yang kita cintai, dan kemelekatan inilah yang memperpanjang proses kehidupan kita, sehingga sesudah kematian kita dilahirkan kembali.
    Apa sebab kita merasakan sesuatu ? mengapa kita merasakan ini nikmat, ini menyenangkan, itu tidak menyenangkan ? Karena kita bisa kontak, kalau kita tidak bisa kontak tidak mungkin kita bisa menikmati sesuatu.
    Apa yang dimaksud dengan kontak ini, mengapa bisa kontak dan dari mana datangnya kontak ? Kita bisa kontak karena kita memiliki enam indria. Kita punya mata, bisa melihat yang indah-indah, yang jorok, yang gemuk, yang kurus. Mata konta dengan apa yang dilihat kemudian timbul rasa senang, rasa suka, dan kesenangan ini ingin terus dinikmati...dinikmati...dinikmati lagi... terus. Itulah nafsu keinginan dan inilah yang menyebabkan kita melekat pada kesenangan itu, pada kehidupan, sehingga menyebabkan kehidupan kita terus bersambung kembali sesudah kematian, terlahir kembali.
    Kita punya telinga bisa menikmati suara yang merdu, suara si dia, pujian, sanjungan atau celaan. Telinga kita kontak dengan bunyi kemudian timbul kesenangan, kenikmatan, dan ingin terus menikmatinya berulang-ulang, berulang-ulang, inilah nafsu keinginan dan ini menyebabkan kemelekatan yang muncul karena mendengar, dan itulah yang menyebabkan kita dilahirkan kembali.
    Demikian juga hidung, kontak dengan apa yang bisa kita cium, 'ini bau tengik, ini bau enak'. Mulut/lidah bisa kontak dengan apa yang bisa kita rasakan, 'ini enak, ini tidak enak'; demikian pula dengan tubuh/kulit kita. Mata, telinga, hidung, mulut, tubuh dan keenam adalah pikiran kita.

Bersambung ke Artikel Dhamma : Inginkah Hidup Lebih Baik? oleh : Bhikkhu Sri Paññāvaro Mahathera Bag. 2
  

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Kesehatan Jasmani dan Kecencerungan Kriminal

Kesehatan Jasmani dan Kecenderungan Kriminal  dikutip dalam buku "Bagaimana Mengatasi Kesulitan Anda" Karangan Ven.K.Sri Dham...